Rabu, 14 Desember 2016

Mengejar Burung Emas

Hasil gambar untuk burung emas

Ada seorang penebang kayu, setiap hari ke gunung mencari kayu bakar, hari demi hari berlalu, hidup dalam kesederhanaan. Pada suatu hari, ketika penebang kayu naik ke gunung seperti biasa, ia melihat seekor burung perak yang terluka.

Sekujur badan burung perak dibaluti dengan bulu berwarna perak yang gemerlap, dengan gembira sang penebang kayu berkata: "Wah! Seumur hidup belum pernah saya melihat burung yang begitu indah!" Lalu, burung itu pun dibawa pulang olehnya, dan dengan telaten mengobati luka si burung perak...

Selama proses penyembuhan, burung perak selalu berkicau setiap hari untuk penebang kayu, sang penebang pun hidup dalam sukacita setiap hari...

Suatu hari, tetangga melihat burung perak penebang kayu, lalu memberitahu penebang kayu kalau ia pernah melihat burung emas. Burung emas jauh lebih indah ribuan kali daripada burung perak, selain itu juga kicauannya lebih merdu daripada burung perak. Mendengar itu, penebang kayu tampak merenung, ternyata ada burung emas ya...?

Sejak itu, pikiran penebang kayu hanya terpaku pada burung emas, tidak lagi mendengar kicauan burung perak yang jernih melengking, dan hari-hari yang dilewati pun semakin tidak bahagia...

Suatu hari, si penebang kayu duduk di teras, memandangi mentari senja, sambil membayangkan seperti apakah indahnya burung emas itu...?

Saat itu, burung perak mulai sembuh dari lukanya, dan berencana hendak pergi. Burung perak terbang rendah menghampiri penebang kayu, lalu berkicau menyanyikan lagu terakhir untuk penebang kayu. Usai mendengar kicauan burung perak, penebang kayu berkata dengan nada kecewa :
"Meskipun suaramu bagus, tapi tidak bisa dibandingkan dengan burung emas; Meskipun bulu kamu indah, tapi tak seindah burung emas...!"

Seusai bernyanyi, burung perak pamit sambil berputar tiga lingkaran di sisi penebang kayu, terbang menuju ke arah mentari senja. Penebang kayu memandangi burung perak yang terbang menjauh, tiba-tiba ia melihat burung perak itu berubah menjadi burung emas yang indah di bawah temaram cahaya mentari senja..!

Ternyata burung emas yang dilihat tetangganya itu adalah burung perak di bawah pancaran sinar mentari senja..!

Burung emas yang diimpikannya itu ada di sana, tapi burung emas itu telah terbang jauh, jauh, semakin jauh, dan tidak akan pernah kembali lagi...

Saudaraku Terkasih...

Orang-orang dekat kita yang selalu memberikan perhatian untuk kita itu mungkin adalah istri, suami, teman, bawahan kita dan sebagainya. Mungkin karena sudah lama selalu bersama, kita telah melupakan kehadirannya, bahkan sudah menjadi biasa, atau bahkan seperti sang penebang kayu, ingin mencari seekor burung emas yang lebih bagus daripada burung perak... Namun, ketika burung perak terbang menjauh, baru kita sadari ternyata burung emas itu adalah burung perak yang setiap hari selalu berada di sisi kita...

Syukuri semua yang sudah kita miliki, mudah-mudahan kita tidak akan mengalami nasib seperti penebang kayu yang akhirnya menjadi penyesalan sepanjang hidupnya...
Selanjutnya...

Selasa, 27 September 2016

Menolong Kepiting




Seorang siswa Chan sedang bermeditasi di tepi sungai. Tiba-tiba ia mendengar suara percikan air. Ia membuka mata dan melihat seekor kepiting sungai sedang meronta-ronta melawan seretan arus sungai. Siswa itu mengulurkan tangan menarik kepiting itu keluar dari seretan arus meski untuk itu ia harus merelakan tangannya tergigit sumpit kepiting. Siswa itu kemudian meletakkan kepiting di tepi sungai dan melanjutkan meditasinya.

Lalu tak lama ia mendengar suara yang sama. Ia membuka mata dan melihat kepiting itu terseret lagi dalam arus. Sekali lagi ia menolongnya dan sudah tentu sekali lagi tangannya tergigit sumpit kepiting. Ia melanjutkan meditasi. Sesaat kemudian ia mendengar lagi suara percikan air sungai. Kepiting itu kembali tercebur dalam sungai dan terseret arus. Untuk ke sekian kalinya ia mengangkatnya dan untuk ke sekian kalinya pula tangannya tergigit.

Guru Chan yang sedang melintas melihat kejadian ini dan bertanya, “Kau sungguh bodoh, tidakkah kau tahu bahwa kepiting itu bisa menggigit tanganmu?”


“Lalu kenapa kau masih menolongnya?"

“Menggigit adalah sifatnya, welas asih adalah sifatku. Sifatku takkan mungkin berubah hanya karena pengaruh sifatnya. Jalan Bodhisattva tak mengenal kata menderita dalam menolong makhluk lain.” 

Sekali lagi kepiting itu tercebur dalam sungai. Siswa itu melihat tangannya yang membengkak karena beberapa kali gigitan kepiting, lalu melihat kepiting yang meronta-ronta dalam seretan arus sungai. Tanpa ragu-ragu ia kembali mengulurkan tangan berusaha mengangkat kepiting itu. Kali ini Guru Chan memberikan sebatang ranting kepadanya.

Sang siswa paham akan maksud Guru Chan itu, ia segera mengambil ranting itu dan menggunakannya untuk mengangkat kepiting dari dalam sungai. Kali ini tangannya bebas dari gigitan kepiting. Guru Chan berkata sambil tertawa, “Welas asih adalah hal yang bajik dan benar, tetapi welas asih juga harus disertai metode yang bijaksana.”

Dalam membimbing makhluk hidup, Bodhisattva juga harus mempelajari pintu Dharma yang tak terhingga yang juga meliputi ilmu-ilmu keduniawian. Menggunakan cara atau peralatan bukan berarti merendahkan makna welas asih.

Sumber: http://cerita-inspirasi-terbaik.blogspot.co.id/2011/07/menolong-kepiting.html
Selanjutnya...

Kamis, 09 Juni 2016

Life is like playing a ping-pong

Hasil gambar untuk ping pong


Ping-pong is my hobby, hampir setiap hari saya bermain ping-pong di kantor, mengikuti kompetisi yang diadakan oleh kantor. Rasanya ada yang kurang jika dalam seminggu tidak bermain ping-pong. Tetapi bukan itu yang akan saya bahas di sini, seiring dengan seringnya saya bermain ping-pong, saya menyadari bahwa cara menjalani kehidupan ini seperti sedang bertanding tenis meja.


Dalam pertandingan yang akan menentukan siapa yang kalah dan siapa yang menang, kita terlalu fokus untuk menjadi pemenang. Sehingga kita akan bermain aman agar bola yang dipukul tidak keluar dari meja. Masalahnya adalah dalam pertandingan tenis meja, cara bermain aman seperti ini akan membuat pemain menjadi tidak berkembang. Pemain tidak berani melakukan smash pada saat ada bola tanggung karena takut bolanya keluar. Pemain yang seperti ini sudah bisa dipastikan tidak akan dapat bermain di level yang lebih tinggi.


Untuk bisa melakukan smash yang tepat sasaran membutuhkan latihan dari ribuan smash yang tidak tepat sasaran. Para pemain profesional mengetahui hal ini, karena itu bagi mereka setiap pertandingan adalah kesempatan untuk menaikkan level pertandingan mereka bukan untuk mengincar menjadi juara. Bagi mereka lebih penting untuk memainkan pertandingan yang berkelas dari pada berusaha untuk tidak melakukan kesalahan dan menjadi juara.


Hal kedua adalah bagaimana kita menjaga akurasi pukulan kita pada saat pertandingan. Kita bisa saja melakukan smash terus-menerus selama pertandingan tetapi jika bola yang dismash tidak mengenai meja daerah lawan maka itu sama saja dengan buang-buang poin. Salah satu cara yang saya ketahui untuk mendapatkan akurasi pukulan adalah dengan mengurangi kecepatan dan tenaga pukulan.


Dalam pertandingan tenis meja, akurasi lebih penting daripada kecepatan dan kekuatan pukulan karena kita bermain di meja yang hanya selebar meja makan saja. Sedikit tenaga pukulan saja bisa membuat bola keluar, hal ini tidak seperti permainan badminton dengan lapangan yang luas. Dalam kehidupan pun sama saja, akurasi lebih penting daripada menjadi sibuk. Kita bisa saja melakukan segalanya tetapi pertanyaannya apa yang begitu kamu sibukkan?


Prioritas adalah kunci kebahagiaan, sedikit seringkali berarti banyak, kita harus mulai untuk mengatur jadwal kita dan melihat kembali apakah ada kegiatan yang bisa dihilangkan? percuma saja kita melakukan banyak hal tetapi hasilnya nihil. Tanpa pengendalian, semuanya akan menjadi tumpukan kekacauan yang menyita perhatian dan waktu anda. Tanpa disadari, banyak orang terjebak dan akhirnya tidak menyelesaikan hal-hal yang lebih penting dalam hidup ini. Tidak ada gunanya menyesal. Apa yang sudah lewat, telah berlalu. Tapi anda bisa menambah kebiasaan untuk "menyederhanakan" hidup. Do less and Live More :D
Selanjutnya...

Jumat, 13 Mei 2016

Hidupkan Mesin Mental Mekanik Anda



Sepeda adalah salah satu contoh terbaik bagi kita untuk belajar bagaimana mesin mental mekanik kita bekerja. Untuk menjalankan sepeda, kita harus menggowes pedal sepeda yang terhubung ke roda gigi belakang sepeda melalui rantai sepeda sehingga secara otomatis akan memutar roda belakang sepeda tersebut. Usaha pertama dalam menjalankan sepeda membutuhkan sedikit tenaga, akan tetapi selanjutnya akan berjalan secara otomatis. 

Demikian pula cara kerja mental kita, jika kita ingin melakukan sesuatu tetapi tidak sedang dalam mood yang baik, kita bisa menggowes pedal mental kita dan secara otomatis kita akan melakukannya dengan mood yang baik tanpa kita sadari.

Jika seseorang ingin menulis sebuah buku, dia tidak seharusnya menunggu pikiran kreatifnya untuk menulis buku tersebut. Akan tetapi, dia bisa memulai dengan mencoret-coret beberapa lembar kertas sampai pikiran kreatifnya datang dengan sendirinya dan tanpa dia sadari, buku tersebut hampir selesai ditulisnya.

Banyak sekali pemimpin yang berbakat di dunia ini, akan tetapi hanya sedikit yang melaksanakan gagasan yang dipikirkannya. Salah satu kekurangan mereka adalah kurangnya kebiasaan bertindak. Sebuah gagasan sederhana yang dilaksanakan jauh lebih berarti dari pada gagasan yang besar tetapi tidak pernah dilaksanakan.
Selanjutnya...

Rabu, 13 April 2016

Ikan dan Umpan



Jika kita ingin menangkap ikan mana yang lebih mengeluarkan sedikit tenaga dan lebih mudah?

Menangkap ikan bisa dengan 2 cara:
1. Dengan saringan ikan
2. Dengan pancingan dan umpan

Kita bahas dengan cara pertama, yaitu dengan saringan ikan, akan sangat sulit menangkap ikan yang sehat dan lincah dengan saringan ikan, dibutuhkan kesabaran dan tenaga untuk mengejar ikan tersebut, lebih lagi jika di sebuah danau yang luas. Dalam arti bukan mustahil menangkap ikan dengan saringan ikan, akan tetapi bukan cara yang pintar untuk menangkap ikan.

Sekarang kita bahas dengan cara kedua, yaitu dengan pancingan dan umpan, dengan cara ini yang dibutuhkan adalah kesabaran dan ikan akan datang dengan sendirinya. Kita tidak perlu mengejar ikan seperti cara pertama, cukup sediakan umpan maka ikan akan mendatangi kita. Untuk mendapatkan ikan yang besar maka dibutuhkan umpan yang besar pula.

Dalam hidup ini, kita terlalu fokus mengejar "Ikan" (Ikan = Sukses) dan itu sangat melelahkan sekali karena dibutuhkan tenaga yang besar untuk mengejar "ikan" tersebut. Padahal jika fokus kita diganti menjadi mencari "Umpan" (Umpan = Kegagalan) dan memancing, cepat atau lambat pasti "Ikan" akan datang dengan sendirinya tanpa perlu dikejar terus. Sudah menjadi hukum alam bahwa "Ikan" akan mendatangi "Umpan".

Kita belajar dari kegagalan bukan dari kesuksesan, seorang pengusaha yang sering gagal dalam hidupnya akan menjadi pesaing yang jauh lebih kuat daripada pengusaha yang jarang gagal atau tidak pernah gagal sama sekali. Kita bisa melihat bagaimana pengusaha muda yang mendapat warisan dari ayahnya tidak bisa mempertahankan bisnis keluarga karena kurang pengalaman. Atau seorang pengusaha kaya raya yang memulai bisnis dari nol menjadi bangkrut karena suatu hal tetapi dia dapat bangkit lagi dan menjadi kaya lagi.

Warren Buffet adalah orang terkaya kedua di amerika serikat, tetapi mengapa dia tidak mewariskan kekayaannya kepada anak-anaknya, sebaliknya, menyumbangkan 80% kekayaannya ke organisasi sosial untuk orang-orang yang kurang mampu. Hal tersebut dikarenakan warren sudah mengetahui bahwa kekayaan yang sesungguhnya bukan dari harta yang dia miliki, melainkan dari pembelajaran dari kegagalan yang membentuk karakter seorang warren buffet, ini adalah harta yang tidak ternilai dan tidak bisa dirampas oleh siapapun. Oleh karena itu, mulai dari hari ini sebaiknya kita mengganti fokus dari mengejar kesuksesan menjadi mengejar kegagalan. "Jangan mengejar sukses, tetapi jadilah orang besar maka sukses akan datang dengan sendirinya" kutipan dari film "3 Idiots".
Selanjutnya...

Selasa, 29 September 2015

Berdamai dengan diri sendiri (Cerita Zen)



Ada seorang dokter militer yang mengikuti pasukan ke medan perang. Ia mengobati tentara yang terluka di medan perang.

Bila pasiennya sembuh dari luka, mereka di kirim kembali untuk bertempur. Akibatnya, mereka terluka lagi, lalu terbunuh.

Setelah melihat skenario ini berulang-ulang, dokter tersebut akhirnya mengalami patah semangat.

Pikirnya : Bila kondisi seseorang selalu dekat dengan kematian, mengapa aku harus menyelamatkannya ? Bila pengetahuan medisku ada gunanya, mengapa ia pergi ke medan perang dan kehilangan nyawanya.

Dokter tersebut tidak memahami apakah ada artinya ia menjadi dokter militer, dan ia sangat sedih sehingga ia tidak mampun menyembuhkan orang lagi.

Karenanya, ia naik gunung untuk mencari seorang master Zen.

Setelah bersama seorang master Zen selama beberapa bulan ...

Akhirnya, ia mengerti masalah dia sepenuhnya. Ia turun gunung untuk terus berpraktek sebagai dokter.

Katanya : INI KARENA AKU SEORANG DOKTER.

================

Catatan :

Tidak meng-identifikasi diri sendiri dengan sesuatu atau menghubungkan sesuatu dengan "aku" dan mengerti bahwa ide adanya "aku" yang berbeda dari benda lain adalah "noda", itulah kebijaksanaan sejati.

Sumber: http://truthbuddha.blogspot.co.id/2012/03/berdamai-dengan-diri-sendiri-cerita-zen.html
Selanjutnya...

Senin, 21 September 2015

Tiga Orang Bijaksana dan Sup Batu



Pada suatu hari, tiga orang tua yang bijaksana berjalan melintasi sebuah desa kecil. Desa itu tampak miskin. Tampak dari sawah-sawah sekitarnya yang sudah tidak menghasilkan apa-apa lagi. Ya, memang telah terjadi perang di negeri itu - dan sebagai rakyat jelata - merekalah yang kena dampaknya. Macetnya distribusi pupuk, bibit, dan kesulitan-kesulitan lain membuat sawah mereka tidak mampu menghasilkan apa-apa lagi. Cuma beberapa puluh orang yang masih setia tinggal di desa itu. Sekonyong-konyong beberapa orang mengerubuti tiga orang tua yang bijaksana itu.

Dengan memijit-mijit tangan dan punggung tiga orang itu, orang-orang desa memelas dan meminta sedekah, roti, beras, atau apalah yang bisa dimakan. Satu dari tiga orang bijaksana itu lalu bertanya kepada penduduk desa itu, “Apakah kalian tidak punya apa-apa, hingga kalian meminta-minta seperti ini ?” “Kami tidak memiliki apapun untuk dimakan, hanya batu-batu berserakan itu yang kita miliki.” Jawab salah satu penduduk desa. “Maukah kalian kuajari untuk membuat sup dari batu-batu itu ?” tanya orang bijaksana sekali lagi. Dengan setengah tidak percaya, penduduk itu menjawab, “Mau..” “Baiklah ikutilah petunjukku.” Orang bijaksana itu menjelaskan, “Pertama-tama, ambil tiga batu besar itu, lalu cucilah hingga bersih !” perintah orang bijaksana sambil menunjuk tiga buah batu sebesar kepalan tangan. Orang-orang pun mengikuti perintahnya.

Sesudah batu itu dicuci dengan bersih hingga tanpa ada pasir sedikitpun di permukaannya. Orang bijaksana itu lalu menyuruh penduduk untuk menyiapkan panci yang paling besar dan menyuruh panci itu untuk diisi dengan air. Ketiga batu bersih itupun lalu dimasukkan ke dalam panci - dan sesuai dengan petunjuk orang bijaksana itu - batu-batu itupun mulai direbus. “Ada yang dari kalian tau bumbu masak ? Batu-batu itu tidak akan enak rasanya jika dimasak tanpa bumbu.” Tanya orang bijaksana. “Aku tahu !” seru seorang ibu, kemudian ia mengambil sebagian persediaan bumbu dapurnya, kemudian meraciknya, dan memasukkannya kedalam panci besar itu. “Adakah dari kalian yang memiliki bahan-bahan sup yang lain ?” Tanya orang bijaksana itu. “Sup ini akan lebih enak jika kalian menambahkan beberapa bahan lain, jangan cuma batu saja.”

Beberapa penduduk mulai mencari bahan-bahan makanan lain di sekitar desa. Beberapa waktu kemudian dua orang datang dengan membawa tiga kantung kentang. “Kami menemukannya di dekat kali, ternyata ada banyak sekali kentang liar tumbuh disana.” Katanya. Kemudian orang itu mengupas, encuci, dan memotong-motong kentang-kentang itu dan memasukkannya ke dalam panci. Kurang dari satu menit, seorang ibu datang dengan membawa buncis dan sawi. “Aku masih punya banyak dari kebun di belakang halaman rumahku.” Kata ibu itu, lalu ibu itu meraciknya dan memasukkannya ke dalam panci. Sesaat, datang pula seorang bapak dengan tiga ekor kelinci di tangannya. “Aku berhasil memburu tiga ekor kelinci, kalau ada waktu banyak, mungkin aku bisa membawa lebih lagi, soalnya aku baru saja menemukan banyak sekali kawanan kelinci di balik bukit itu.” Dengan bantuan beberapa orang, tiga kelinci itu pun disembelih dan diolah kemudian dimasukkan ke dalam panci.

Merasa telah melihat beberapa orang berhasil menyumbang sesuatu. Penduduk-penduduk yang lain tidak mau kalah, mereka pun mulai mencari-cari sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam panci sebagai pelengkap sup batu. Kurang dari satu jam, beberapa penduduk mulai membawa kol, buncis, jagung, dan bermacam-macam sayuran lain. Tak hanya itu, anak-anak juga membawa bermacam-macam buah dari hutan. Mereka berpikir akan enak sekali jika buah-buah itu bisa dijadikan pencuci mulut sesudah sup disantap.

Ada pula seorang bapak yang membawa susu dari kambing piaraannya, dan ada pula yang membawa madu dari lebah liar yang bersarang di beberapa pohon di desa itu. Beberapa jam kemudian sup batu itu telah matang. Panci yang sangat besar itu sekarang telah penuh dengan berbagai sayuran dan siap disantap. Dengan suka cita, penduduk itu makan bersama dengan lahapnya. Mereka sudah sangat kenyang, hingga mereka lupa ‘memakan’ batu yang terletak di dasar panci.

Tiga orang bijaksana itu hanya tersenyum melihat tingkah para penduduk itu. Dan mereka pun sadar, sekarang waktunya mereka untuk meneruskan perjalanan. Mereka mohon diri untuk meninggalkan desa itu. Sebelum beranjak pergi, seorang bapak sekonyong-konyong memeluk dan menciumi ketiga orang itu sambil berkata, “Terima kasih telah mengajari kami untuk membuat sup dari batu....”

Read more at: http://www.ocidbrass.com/2012/12/tiga-orang-bijaksana-dan-sup-batu.html
Copyright ocidbrass.com Under Common Share Alike Atribution
Selanjutnya...