Selasa, 29 September 2015

Berdamai dengan diri sendiri (Cerita Zen)



Ada seorang dokter militer yang mengikuti pasukan ke medan perang. Ia mengobati tentara yang terluka di medan perang.

Bila pasiennya sembuh dari luka, mereka di kirim kembali untuk bertempur. Akibatnya, mereka terluka lagi, lalu terbunuh.

Setelah melihat skenario ini berulang-ulang, dokter tersebut akhirnya mengalami patah semangat.

Pikirnya : Bila kondisi seseorang selalu dekat dengan kematian, mengapa aku harus menyelamatkannya ? Bila pengetahuan medisku ada gunanya, mengapa ia pergi ke medan perang dan kehilangan nyawanya.

Dokter tersebut tidak memahami apakah ada artinya ia menjadi dokter militer, dan ia sangat sedih sehingga ia tidak mampun menyembuhkan orang lagi.

Karenanya, ia naik gunung untuk mencari seorang master Zen.

Setelah bersama seorang master Zen selama beberapa bulan ...

Akhirnya, ia mengerti masalah dia sepenuhnya. Ia turun gunung untuk terus berpraktek sebagai dokter.

Katanya : INI KARENA AKU SEORANG DOKTER.

================

Catatan :

Tidak meng-identifikasi diri sendiri dengan sesuatu atau menghubungkan sesuatu dengan "aku" dan mengerti bahwa ide adanya "aku" yang berbeda dari benda lain adalah "noda", itulah kebijaksanaan sejati.

Sumber: http://truthbuddha.blogspot.co.id/2012/03/berdamai-dengan-diri-sendiri-cerita-zen.html
Selanjutnya...

Senin, 21 September 2015

Tiga Orang Bijaksana dan Sup Batu



Pada suatu hari, tiga orang tua yang bijaksana berjalan melintasi sebuah desa kecil. Desa itu tampak miskin. Tampak dari sawah-sawah sekitarnya yang sudah tidak menghasilkan apa-apa lagi. Ya, memang telah terjadi perang di negeri itu - dan sebagai rakyat jelata - merekalah yang kena dampaknya. Macetnya distribusi pupuk, bibit, dan kesulitan-kesulitan lain membuat sawah mereka tidak mampu menghasilkan apa-apa lagi. Cuma beberapa puluh orang yang masih setia tinggal di desa itu. Sekonyong-konyong beberapa orang mengerubuti tiga orang tua yang bijaksana itu.

Dengan memijit-mijit tangan dan punggung tiga orang itu, orang-orang desa memelas dan meminta sedekah, roti, beras, atau apalah yang bisa dimakan. Satu dari tiga orang bijaksana itu lalu bertanya kepada penduduk desa itu, “Apakah kalian tidak punya apa-apa, hingga kalian meminta-minta seperti ini ?” “Kami tidak memiliki apapun untuk dimakan, hanya batu-batu berserakan itu yang kita miliki.” Jawab salah satu penduduk desa. “Maukah kalian kuajari untuk membuat sup dari batu-batu itu ?” tanya orang bijaksana sekali lagi. Dengan setengah tidak percaya, penduduk itu menjawab, “Mau..” “Baiklah ikutilah petunjukku.” Orang bijaksana itu menjelaskan, “Pertama-tama, ambil tiga batu besar itu, lalu cucilah hingga bersih !” perintah orang bijaksana sambil menunjuk tiga buah batu sebesar kepalan tangan. Orang-orang pun mengikuti perintahnya.

Sesudah batu itu dicuci dengan bersih hingga tanpa ada pasir sedikitpun di permukaannya. Orang bijaksana itu lalu menyuruh penduduk untuk menyiapkan panci yang paling besar dan menyuruh panci itu untuk diisi dengan air. Ketiga batu bersih itupun lalu dimasukkan ke dalam panci - dan sesuai dengan petunjuk orang bijaksana itu - batu-batu itupun mulai direbus. “Ada yang dari kalian tau bumbu masak ? Batu-batu itu tidak akan enak rasanya jika dimasak tanpa bumbu.” Tanya orang bijaksana. “Aku tahu !” seru seorang ibu, kemudian ia mengambil sebagian persediaan bumbu dapurnya, kemudian meraciknya, dan memasukkannya kedalam panci besar itu. “Adakah dari kalian yang memiliki bahan-bahan sup yang lain ?” Tanya orang bijaksana itu. “Sup ini akan lebih enak jika kalian menambahkan beberapa bahan lain, jangan cuma batu saja.”

Beberapa penduduk mulai mencari bahan-bahan makanan lain di sekitar desa. Beberapa waktu kemudian dua orang datang dengan membawa tiga kantung kentang. “Kami menemukannya di dekat kali, ternyata ada banyak sekali kentang liar tumbuh disana.” Katanya. Kemudian orang itu mengupas, encuci, dan memotong-motong kentang-kentang itu dan memasukkannya ke dalam panci. Kurang dari satu menit, seorang ibu datang dengan membawa buncis dan sawi. “Aku masih punya banyak dari kebun di belakang halaman rumahku.” Kata ibu itu, lalu ibu itu meraciknya dan memasukkannya ke dalam panci. Sesaat, datang pula seorang bapak dengan tiga ekor kelinci di tangannya. “Aku berhasil memburu tiga ekor kelinci, kalau ada waktu banyak, mungkin aku bisa membawa lebih lagi, soalnya aku baru saja menemukan banyak sekali kawanan kelinci di balik bukit itu.” Dengan bantuan beberapa orang, tiga kelinci itu pun disembelih dan diolah kemudian dimasukkan ke dalam panci.

Merasa telah melihat beberapa orang berhasil menyumbang sesuatu. Penduduk-penduduk yang lain tidak mau kalah, mereka pun mulai mencari-cari sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam panci sebagai pelengkap sup batu. Kurang dari satu jam, beberapa penduduk mulai membawa kol, buncis, jagung, dan bermacam-macam sayuran lain. Tak hanya itu, anak-anak juga membawa bermacam-macam buah dari hutan. Mereka berpikir akan enak sekali jika buah-buah itu bisa dijadikan pencuci mulut sesudah sup disantap.

Ada pula seorang bapak yang membawa susu dari kambing piaraannya, dan ada pula yang membawa madu dari lebah liar yang bersarang di beberapa pohon di desa itu. Beberapa jam kemudian sup batu itu telah matang. Panci yang sangat besar itu sekarang telah penuh dengan berbagai sayuran dan siap disantap. Dengan suka cita, penduduk itu makan bersama dengan lahapnya. Mereka sudah sangat kenyang, hingga mereka lupa ‘memakan’ batu yang terletak di dasar panci.

Tiga orang bijaksana itu hanya tersenyum melihat tingkah para penduduk itu. Dan mereka pun sadar, sekarang waktunya mereka untuk meneruskan perjalanan. Mereka mohon diri untuk meninggalkan desa itu. Sebelum beranjak pergi, seorang bapak sekonyong-konyong memeluk dan menciumi ketiga orang itu sambil berkata, “Terima kasih telah mengajari kami untuk membuat sup dari batu....”

Read more at: http://www.ocidbrass.com/2012/12/tiga-orang-bijaksana-dan-sup-batu.html
Copyright ocidbrass.com Under Common Share Alike Atribution
Selanjutnya...

Kisah Guru Bijak dan Sebuah Toples



Pada suatu waktu, terdapat seorang guru yang bijak. Banyak murid yang datang dari tempat jauh, untuk mendengarkan petuah bijaknya. Pada suatu hari, seperti biasa, para murid berkumpul untuk mendengarkan pelajaran dari sang guru.

Banyak murid mulai datang memenuhi ruang pengajaran. Mereka datang dan duduk dengan tenang dan rapi, memandang ke depan, siap untuk mendengar apa yang dikatakan oleh  sang guru.

Akhirnya sang guru pun datang, lalu duduk di depan para murid-muridnya. Sang guru membawa sebuah toples besar, disampingnya terdapat setumpuk batu kehitaman seukuran genggaman tangan. Tanpa bicara sepatah kata pun, Sang guru mengambil batu-batu tersebut satu persatu, lalu memasukkannya hati-hati ke dalam toples kaca. Ketika toples tersebut sudah penuh dengan batu hitam tadi, sang Guru berbalik kepada para murid, lalu bertanya.

"Apakah toplesnya sudah penuh?"

"Ya guru," jawab para murid, "Benar, toples itu sudah penuh".

Tanpa berkata apa-apa, sang guru mulai memasukkan kerikil-kerikil bulat berwarna merah ke dalam toples itu.Kerikil-kerikil itu cukup kecil sehingga jatuh di sela-sela batu hitam besar tadi. Setelah semua kerikil masuk kedalam toples, sang guru berbalik kepada para murid, lalu bertanya.

"Apakah toplesnya sudah penuh?"

"Ya guru," jawab para murid, "Benar, toples itu sudah penuh".

Masih tanpa berkata apa-apa lagi, kini sang guru mengambil satu wadah pasir halus, lalu memasukkannya ke dalam toples. Dengan mudah pasir-pasir tersebut pun masuk memenuhi sela-sela kerikil merah dan batu hitam. Setelah masuk semua, kini sang guru berbalik kepada para murid, lalu bertanya lagi.

"Apakah toplesnya sudah penuh?"

Sekarang para murid tak terlalu percaya diri menjawab pertanyaan gurunya. Namun terlihat bahwa pasir tersebut jelas memenuhi sela-sela kerikil di dalam toples, membuatnya terlihat sudah penuh. Kali ini hanya sedikit yang mengangguk, lalu menjawab,

"Ya guru," jawab beberapa murid, "Benar, toples itu sudah penuh".

Tetap tanpa berkata apa-apa lagi, sang guru berbalik mengambil sebuah tempayan berisi air, lalu menuangkannya dengan ahti-hati ke dalam toples besar tersebut. Ketika air sudah mencapai bibir toples, kini sang guru berbalik kepada para murid, lalu bertanya lagi.

"Apakah toplesnya sudah penuh?"

Kali ini kebanyakan murid memilih diam, namun ada dua hingga tiga yang memberanikan diri menjawab,

"Ya guru," jawab sedikit murid tersebut, "Benar, toples itu sudah penuh".

Tetap tanpa berkata apa-apa lagi, sang guru mengambil satu kantong berisi garam halus. Ditaburkannya sedikit-sedikit dan hati-hati dari atas permukaan air, garam pun larut, lalu ditambahkan lagi sedikit, demikian seterusnya hingga seluruh garam tersebut habis larut dalam air. Kini sang guru menghadap kepada par amurid, dan sekali lagi bertanya, "Apakah toplesnya sudah penuh?"

Kali ini semua murid benar-bnar diam. Hingga akhirnya seorang murid yang berani menjawab, "Ya guru, toples itu sekarang sudah penuh".

Sang guru menjawab, "Ya benar, toples ini sekarang sudah penuh".

Terkadang kita sudah merasa memberikan usaha terbaik kita untuk mencapai impian kita, akan tetapi, seperti halnya cerita toples di atas, akan selalu ada celah yang bisa kita tambahkan untuk memberikan usaha yang maksimal dalam mencapai impian kita yang belum tercapai.

Sumber: http://www.kisahinspirasi.com/2013/01/kisah-guru-bijak-dan-sebuah-toples.html
Selanjutnya...

Minggu, 20 September 2015

Sang Hakim Bijaksana

Hakim Bijaksana

Ia adalah Hakim Leonardo. Hakim yang bijaksana. Hakim ini selalu mendengar laporan dengan teliti. Seorang pengemis atau pangeran, sama di hadapannya.

Siapapun yang bersalah akan dikenakan hukuman yang semestinya.

Suatu hari Hakim Leonardo memimpin sidang kasus pencurian. Seorang laki-laki bernama Argus berhasil masuk ke rumah seorang yang kaya dan mengambil dua bungkus roti.

Sialnya, saat sudah sampai di luar rumah, ia ditangkap oleh tiga orang kebetulan lewat di samping rumah orang kaya itu.

“Kenapa kau mencuri roti itu?” sang hakim bertanya penuh wibawa. Argus tertunduk.

“Saya mencuri karena terpaksa. Saya ingin bekerja, tapi tidak ada yang memberi saya pekerjaan. Malam itu keluarga saya benar-benar kelaparan. Sudah dua hari kami tidak makan apapun. Hanya minum air putih.”

Hakim Leonardo menanyakan keterangan itu pada istri Argus. Istrinya membenarkan hal tersebut.

Sang hakim merenung sejenak.

“Baiklah, kali ini kau memang berkata jujur. Aku sudah memerintahkan petugas pengadilan untuk menyelidiki tempat tinggalmu. Kau memang benar-benar miskin.”

Beberapa saat kemudian Hakim Leonardo berkata lagi, “Waktu itu kau punya kesempatan untuk mencuri benda lain yang lebih berharga, tapi kenapa kau hanya mencuri roti itu?”

“Saya hanya memerlukan roti, untuk keluarga saya yang kelaparan. Saya tidak memerlukan benda yang lain.”

“Benarkah tak ada benda yang dicuri?” Hakim Leonardo bertanya pada pemilik rumah. Pemilik rumah terdiam sejenak. Ia ingin mengaku bahwa ada benda lain yang dicuri.

Namun ia teringat,  Hakim Leonardo sangat jeli. Bisa-bisa malah ia dituntun balik. Akhirnya pemilik rumah menjawab, “Tidak, Yang Mulia. Benar yang dikatakannya. Dia hanya mencuri dua bungkus roti.”

Hakim menimbang-nimbang. Mungkin sedang memperhitungkan hukuman untuk si pencuri. Di kerajaan itu, hukuman untuk pencurian ditentukan oleh nilai benda yang dicuri.

Juga alasannya. Karena Argus hanya mencuri dua bungkus roti, itu pun karena terpaksa, maka Argus hanya diminta membayar denda.

Mendengar jumlah denda yang harus dibayarnya, Argus terbelalak.  “Yang Mulia, kalau saya punya uang sebanyak itu, saya tidak perlu mencuri roti. Uangnya akan saya belikan makanan untuk keluarga saya.”

Sang hakim tersenyum. “Tentu saja aku tahu memang seperti itu. Tapi hukum tetaplah hukum. Kau tetap harus membayar denda.”

Argus kian tertunduk sedih. Bagaimana aku bisa membayar denda itu? Pikirnya gundah.

“Tapi biarlah kali ini aku yang akan membayar dendanya,” ujar sang hakim tiba-tiba.

Sang pencuri terperangah. “Benarkah Yang Mulia?” tanyanya terbata.

“Tentu saja,” jawab Hakim Leonardo. Dekeluarkannya sebuah kantong dan diambilnya sejumlah uang untuk membuktikan ucapannya. Petugas pengadilan menerimanya dengan terkejut.

“Pria ini pria yang jujur. Aku percaya, dia tidak akan mencuri jika tidak terpaksa. Aku yakin kejadian ini membuatnya tidak akan mengulangi perbuatannya.”

Orang-orang yang menonton jalannya persidangan berbisik-bisik. Lalu mereka mengangguk-angguk setuju. Sekali lagi orang-orang dibuat kagum dengan kebijaksanaannya.

“Dengarlah ini, Argus. Bukan berarti akan selalu ada orang yang bersedia menggantikan hukumanmu. Karena itu kau pasti belajar kali ini. Jangan ulangi perbuatan itu lagi, apapun alasannya,” nasihat sang hakim pada Argus.

Argus mengangguk mendengar nasihat Hakim Leonardo. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan buruknya kembali. Mungkin karena terharu, ia sampai menangis.

“Saudara-saudara,” kata Hakim Leonardo pada orang banyak, “Keluarga saudara kita ini sedang kelaparan. Kalau saudara-saudara tidak keberatan, silakan menyumbang serela anda.”

Orang-orang menuruti permintaan Hakim Leonardo. Terkumpulkan uang yang cukup banyak untuk laki-laki tersebut.

Seseorang pengunjung sidang maju ke depan hakim dan berkata, “Yang Mulia, teladan anda hari ini sungguh mulia. Biarlah orang ini bekerja pada saya. Kebetulan saya memang sedang memerlukan seseorang untuk menggantikan pegawai saya yang berhenti.”

Argus memandang orang yang baru saja menawarkan pekerjaan itu dengan penuh terima kasih. Hakim Leonardo tersenyum.

Hari ini ia telah menyentuh hati banyak orang. Orang-orang pasti akan semakin mengaguminya. Sikap rela berkorbannya demikian menggugah hati banyak orang.

Orang-orang yang menonton pengadilan itu juga menjadi sadar bahwa masih banyak orang-orang di sekitar mereka yang membutuhkan uluran tangan.
Oleh: Novie Indriyani
Bobo No. XXXI
Selanjutnya...

Senin, 02 Maret 2015

Pelanggan adalah Raja, Karyawan adalah Wakil Raja

Kita sudah sering mendengar istilah "Pelanggan adalah Raja". Maksud dari istilah tersebut adalah pelanggan harus diperlakukan dengan sebaik mungkin dengan seksama karena mereka yang akan menentukan hidup mati suatu perusahaan. Setiap Keluhan, Inputan atau Kritik dan Saran, perlu disediakan wadah yang akan menjadi Solusi bagi setiap permasalahan.  Keluhan adalah Pernyataan atau Ungkapan Kekurang Puasan terhadap sebuah produk dan jasa yang Anda miliki, diungkapkan secara Lisan atau Tulisan, dilakukan oleh Pelanggan Internal maupun Eksternal.  Jelas bahwa Pelayanan Pelanggan adalah proses yang cukup Berdampak jika tidak dilakukan dengan maksimal dan seksama.  Jika Pelanggan Anda adalah Tim Departemen yang berbeda, maka akan menjadi sebuah Friksi atau Konflik Internal pada waktunya nanti.  Dan jika Pelanggan Anda adalah pihak Eksternal maka akan berpengaruh pada Brand Image Perusahaan.

Karyawan adalah pion penting di dalam perusahaan, mereka yang berhubungan langsung dengan pelanggan, tanpa kehadiran karyawan dalam sebuah perusahaan maka tidak ada yang menjalankan perusahaan tersebut. istilah baru yang saya buat disini adalah jika pelanggan adalah Raja maka "Karyawan adalah Wakil Raja", di dalam sebuah kerajaan, kepuasan seorang Raja ditentukan oleh kepandaian dari wakilnya dalam memenuhi kebutuhan sang Raja. Wakil Raja harus dilayani dengan baik, jika wakil Raja bahagia, maka ia akan melayani Raja dengan sepenuh hati. Hal ini berlaku di dunia kerja, jika karyawan bahagia, maka mereka akan melayani pelanggan dengan sepenuh hati.

Akan tetapi, sering kita menemui karyawan yang resign hanya gara-gara kecewa dengan perusahaannya. Kecewa karena mendapat perlakuan yang tidak baik. Perusahaan memperlakukan karyawannya hanya sebagai pion atau sapi perah. Banyak perusahaan yang tidak melihat karyawan sebagai manusia secara utuh yang mempunyai segi emosi, segi kesehatan, segi ekonomi, segi pengakuan diri, dll.

Karyawan seringkali kecewa dengan keputusan manajemen perusahaan menyangkut kebijakan sumber daya manusianya. Keputusan yang diambil tidak berdasarkan melihat karyawan sebagai manusia. Keputusan yang hanya terlihat menguntungkan perusahaan saja tanpa memikirkan akibat yang timbul diantara karyawannya. Walaupun keputusan itu sebenarnya baik, tidak ada komunikasi antara manajemen perusahaan dengan karyawan untuk menjembatani perbedaan pendapat.

Karyawan adalah manusia. Layaknya aset, tanpa faktor karyawan, sehebat apapun perusahaan, tidak bisa berjalan dengan baik. Kita lihat adanya mogok bekerja oleh asosiasi pekerjan mengakibatkan bukan lagi kehilangan pendapatan perusahaan tapi sudah kerugian besar. Memperlakukan karyawan hanyalah sumber daya bukanlah kebijakan yang baik. Sumber daya yang hanya diambil keuntungan tanpa melihat faktor di dalamnya.

Manusia sebagai entitas kehidupan yang sangat komplek, sangatlah rumit memperlakukannya. Namun, bukan hal yang susah juga menyenangkan karyawan agar dapat bekerja dengan baik. Karena apabila perusahaan sudah memperlakukan karyawan sebagai manusia yang utuh, bukan hal mustahil perusahaan akan tumbuh menjadi unggul.

Bisa kita lihat di perusahaan maju dan besar. Mereka menjadikan karyawan sebagai aset yang perlu dilindungi dan ditangani dengan sangat baik. Mereka memberi imbalan karyawan tidak sekedar gaji yang layak, tapi juga unsur jaminan kesehatan, perkembangan karir, kesehatan jiwa, lingkungam, dukungan positif dari manajemen, ketegasan dalam menjalankan peraturan, desain kantor yang bagus dan budaya perusahaan yang positif. Membuat karyawan puas bekerja di perusahaan memang bukan hal yang gampang, tapi bukan hal mutlak yang tak bisa dijalankan.

Sebab apabila karyawan sudah senang dan bahagia bekerja, karyawan akan menjadi orang terdepan untuk menumbuhkan maupun sebagai tameng perusahaan. Karyawan akan berbuat apa saja yang mereka bisa agar perusahaannya maju pesat. Mereka sudah melihat bahwa perusahaan adalah rumah milik mereka. Rumah yang akan dipertahankan sebaik mungkin dari gangguan, rumah yang akan terus menerus diperbagus agar nyaman ditinggali, dan tempat keluarga karyawan tumbuh bersama. Apabila sudah mencapai tahap itu, perusahaan bisa dipastikan akan tumbuh walaupun banyak faktor eksternal yang muncul menghadang. Karyawan bisa dijadikan andalan perusahaan untuk kemajuan walapun tanpa diminta. Sudah saatnya pemahaman Customer Focus beralih menjadi Employee Focus.

Perusahaan adalah rumah kedua bagi karyawan. Jadikan rumah yang layak dan nyaman untuk ditinggali.

Sumber: https://irsanwidyawan.wordpress.com/2012/01/13/karyawan-adalah-aset-terbesar-perusahaan/
Selanjutnya...

Jumat, 20 Februari 2015

MASYARAKAT ADAT SOLOMON ISLAND TEBANG POHON DENGAN CACI MAKI

Masayarakat adat Salomon Island, Papua New Guinea (gambar:jungle)

Medialingkungan.com Pulau Solomon merupakan negara di Malanesia terletak di timur Papua New Guinea dan terdiri dari 990 buah pulau. Pulau Solomon menjadi sebuah negeri naungan United Kingdom sejak 1890-an. Kepulauan Solomon diberi hak kedaulatannya sendiri pada tahun 1976.

Negara ini masih menjadi anggota Kerajaan Komanwel. Terdapat kisah unik di pulau tersebut, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon.

Ketika akan membuka lahan bercocok tanam di dalam hutan, konon, tidak perlu menebang dan membakar hutan. Mereka cukup beramai-ramai mengitari tiap pohon sambil berteriak-teriak dengan kata-kata kutukan yang kasar lagi menghina selama kurang lebih empat puluh hari.

Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya mulai mongering. Setelah itu dahan-dahannya juga mulai rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan.

Menurut penelitian, komponen pikiran kita adalah berupa partikel dan atom, jadi semesta ini bergerak karena atom tersebut saling menarik dan sinkron untuk menjadikan hal-hal disekitar kita saling berkaitan. Apabila kita memberikan energi positif maka alam akan menerimanya dengan energy positif juga, begitupula sebaliknya apabila kita menyebarkan energi negatif.

Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya. Akibatnya, dalam waktu singkat, makhluk hidup itu akan mati. (TAN)

Selanjutnya...

Minggu, 15 Februari 2015

Ember Waktu



Pada jaman sekarang, banyak orang berperang untuk memperebutkan minyak bumi. Apa itu minyak bumi? Minyak bumi adalah salah satu sumber daya yang terbatas, tidak dapat diperbaharui lagi dan dapat habis. Minyak bumi digunakan sebagai bahan bakar untuk transportasi, industri dan pembangkit listrik. Peran minyak bumi dalam kehidupan kita sudah sangat terasa begitu penting. Tanpa minyak bumi, perekonomian suatu negara akan melambat, tidak ada mobil atau motor yang melintas di jalan, listrik akan padam secara bergiliran. Karena sifatnya yang terbatas, harga minyak bumi sangatlah mahal.

Akan tetapi, tahukah anda bahwa ada sumber daya yang lebih penting dari minyak bumi? yaitu air. Air juga adalah sumber daya yang terbatas, tidak dapat diperbaharui. Air tawar di dunia hanya 3% sedangkan sisanya adalah air laut (air asin). Saat ini, kita masih sering membuang air di saat beberapa daerah kekurangan air. Di beberapa negara, sudah terjadi perang antar suku untuk memperebutkan air, karena air sangat langka di daerah tersebut. Di mesir, harga 1 botol air lebih mahal daripada bensin. Di masa depan, perang antar negara memperebutkan air adalah hal yang lumrah, karena air tawar sangat langka di masa depan.

Ada satu sumber daya yang paling penting di dalam hidup ini, jauh lebih penting daripada minyak bumi dan air. Sumber daya ini juga terbatas, tidak dapat diperbaharui. Sumber daya ini harganya tidak ternilai, tetapi banyak orang tidak menghargainya, dan suka membuang-buangnya. Tanpa air, manusia masih dapat hidup kurang lebih 3-5 hari menahan haus, akan tetapi tanpa sumber daya yang satu ini manusia tidak dapat hidup sedetikpun, apakah itu? Waktu.

Waktu adalah sumber daya paling penting di dalam hidup kita. Banyak orang berperang demi minyak bumi dan air, tetapi membuang waktu sesuka hati. Banyak orang menjual waktu mereka dengan bekerja untuk mencari uang. Padahal waktu jauh lebih berharga daripada minyak bumi dan air, kenapa begitu? karena waktu terus berjalan selama kita hidup.

Kita menggunakan air di saat kita haus, atau menggunakan minyak bumi di saat motor/mobil kita kehabisan bensin, tetapi waktu terus berjalan saat kita menggunakannya atau tidak. Coba anda bayangkan, stok persediaan air di suatu daerah mengalami suatu kebocoran kecil dan kebocoran itu tidak dapat diperbaiki sehingga air akan terus mengalir keluar baik anda ingin menggunakannya ataupun tidak. Apa yang akan anda lakukan? Siapkan ember. Kita harus menampung kebocoran air tersebut di sebuah ember, agar air tersebut dapat digunakan dengan lebih bijaksana daripada terbuang sia-sia ke tanah.

Cerita di atas merupakan gambaran akan pentingnya waktu, seperti air yang keluar karena adanya kebocoran begitu pula waktu yang terus berjalan, kita harus menampung waktu yang terus mengalir keluar tersebut ke sebuah ember yang saya sebut sebagai Ember Waktu. Dengan menampung waktu di sebuah ember, kita dapat menggunakannya dengan lebih bijaksana, sehingga tidak ada lagi buang-buang waktu, padahal waktu kita di dunia sangatlah singkat dan melesat dengan cepat tanpa kita sadari. Apakah ember waktu itu? Jadwal.

Ember Waktu itu adalah jadwal yang kita rencanakan untuk kehidupan yang akan kita jalani. Pada malam hari, pastikan anda membuat jadwal harian untuk esok hari, sehingga setiap detik kita sudah kita rencanakan sebelumnya dan tidak ada waktu yang sia-sia. "Kita dapat menghasilkan lebih banyak kekayaan, tetapi kita tidak dapat membuat lebih banyak waktu". Kejarlah impian yang belum tercapai sekarang juga karena hidup hanyalah sekali saja. Orang yang bisa menghargai waktu adalah orang yang bijaksana.
Selanjutnya...

Selasa, 27 Januari 2015

MEMBANGUN SALURAN PIPA KEKAYAAN

clip_image001

Kisah ini saya ku
tip dari terjemahan buku “The Parable of Pipeline” tulisan Burke Hedges dan Steve Price, belum jelas apakah ini kisah nyata atau fiksi namun mengandung ibrah yang cukup baik dijadikan bahan renungan.

Saat itu tahun 1801.

Pada sebuah lembah di Italia.

Pada zaman dahulu kala, begitu kisah ini dimulai, ada dua orang saudara sepupu yang tinggal di tempat itu.Keduanya dikenal punya semangat dan ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan. Yang pertama bernama Pablo, yang kedua bernama Bruno. Keduanya tinggal dalam rumah yang berdampingan di desa kecil dalam lembah itu.

Keduanya adalah pemuda yang penuh semangat dan berkemampuan tinggi. Keduanya juga memendam cita-cita yang sama tingginya.Keduanya sama-sama ingin menggapai bintang di langit untuk mewujudkan impian-impiannya.


Keduanya sering berkhayal suatu ketika nanti mereka akan menjadi orang yang paling kaya di desa itu. Mereka berdua sama-sama cemerlang dan sangat tekun dalam bekerja. Yang mereka perlukan hanyalah kesempatan untuk mewujudkan impian itu. Kata pepatah untuk menjadi sukses kesiapan haruslah bertemu dengan kesempatan. Dan keduanya sama-sama siap.

Pada suatu hari apa yang mereka tunggu selama ini datanglah. Kesempatan itu muncul secara tiba-tiba. Kepala desa itu memutuskan mempekerjakan dua orang itu membawa air dari sungai yang terletak di pinggir desa ke tempat penampungan air yang terletak di tengah desa itu. Pekerjaan itu dipercayakan kepada Pablo dan Bruno.

Tidak menunggu perintah selanjutnya keduanya langsung membawa dua buah ember dan segera menuju sungai. Sepanjang siang keduanya mengangkut air dengan ember. Menjelang sore tempat penampungan air sudah penuh sampai ke permukaan. Kepala desa menggaji keduanya berdasar jumlah ember air yang masing-masing mereka bawa.

“Wow ”. “Apa yang kita yang kita cita-citakan selama ini akan terkabul.” teriak Bruno gembira. “Rasanya sulit dipercaya kita mendapatkan penghasilan sebanyak ini.”

Namun Pablo tidak behenti sampai di situ. Dia tidak yakin begitu saja. Pulang ke rumah Pablo merasakan punggungnya nyeri semua. Kedua telapak tangannya juga lecet-lecet. Semua itu disebabkan dua ember berat berisi air yang dibawanya bolak-bbalik dari sungai ke penampungan air sepanjang hari tadi. Begitu pagi tiba, perasaannya jadi kecut karena harus pergi bekerja. Tidak ingin punggung dan tangannya bermasalah lagi, Pablo justru berpikir keras mencari akal bagaimana caranya mengangkut air dari sungai ke desa tanpa harus terluka, tanpa harus menanggung rasa nyeri di punggung. Tanpa melakukan hal itu seumur hidupnya.

Pablo, Si Manusia Saluran Pipa

“Bruno, aku punya rencana,” kata Pablo keesokan harinya setelah semalam tak bisa tidur memikirkan jalan keluar pekerjaan mereka. Sambil membawa ember mereka masing-masing dan mereka pun menuju ke sungai, Pablo melanjutkan, “Daripada kita mondar-mandir setiap hari membawa ember ke sungai dan hanya mendapatkan beberapa sen per hari, mengapa tidak sekalian saja kita membangun pipa saluran air dari sungai ke desa kita.”

Bruno langsung menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba.

“Saluran pipa air! Ide dari mana itu ! Kata Bruno tegas. “ “Kita kan sudah mempunyai pekerjaan yang sangat bagus dan menghasilkan uang dengan mudah, Pablo.”

“Aku bisa membawa 100 ember sehari dengan upah 1 sen per ember. Berarti penghasilan kita bisa 1 Dollar perhari! Aku akan menjadi orang kaya. Dan ini berarti pada setiap akhir minggu aku bisa membeli sepasang sepatu baru. Pada setiap akhir bulan, aku bisa membeli seekor sapi. Setelah enam bulan  kemudian, aku bisa membangun sebuah rumah kecil. Kau melihat, tidak ada pekerjaan semenguntungkan mengangkut air di desa ini. Lagi pula, pada setiap akhir minggu kita mendapat libur. Setiap akhir tahun kita juga mendapat cuti dua minggu dengan gaji penuh. Kita akan hidup dengan sangat layak dilihat dari sudut manapun. Jadi, buang jauh-jauh idemu untuk membangun saluran pipa air itu.”

Tapi Pablo tidak putus asa. Dia tetap bersikukuh pada idenya itu. Dengan sabar dia menerangkan bagaimana proses membangun pipa salurannya itu kepada sahabatnya. Bruno tak beranjak sedikitpun dengan tawaran Pablo.

Akhirnya Pablo memutuskan untuk kerja paroh waktu saja. Dia tetap bekerja mengangkuti ember-ember air itu. Sementara sisa waktunya, ditambah libur akhir minggunya dia pakai untuk membangun saluran pipanya itu.

Sejak awal melakukan pekerjaannya ini dia telah menyadari akan sangat sulit membangun saluran pipa itu dari sungai ke desanya. Menggali di tanah keras yang mengandung banyak batu jelas tak kalah menyakitkannya dengan luka lecet dan punggungnya nyeri karena mengangkut air.

Pablo juga menyadari, karena upah yang dia terima sekarang berdasarkan jumlah ember yang diangkutnya, maka penghasilannya pun secara otomatis menurun. Ia juga sudah sangat paham bahwa dibutuhkan waktu  1 atau  2 tahun sebelum saluran pipanya itu bisa berfungsi seperti yang diharapkan.

Namun, Pablo tak pernah kendor dengan keyakinannya. Dia tahu persis akan impian dan cita-citanya. Sebab itu dia terus bekerja tanpa kenal lelah. Melihat apa yang dilakukan Pablo, orang-orang desa dan Bruno mulai mengejek Pablo. Mereka menyebutnya “Pablo si Manusia Saluran Pipa.” Bruno, yang punya penghasilan 2 kali lipat dibandingkan Pablo hampir setiap saat membangga-banggakan barang baru yang berhasil dibelinya. Dia juga selalu mengatakan Pablo bodoh, karena telah meninggalkan pekerjaan yang jelas-jelas menghasilkan banyak uang itu.

Bruno juga telah berhasil membeli seekor keledai yang dilengkapi pelana yang terbuat dari kulit yang baru. Ia menambatkan keledainya itu di rumah barunya yang kini terdiri dari 2 lantai itu. Ia juga membeli baju-baju yang indah dan hampir selalu terlihat makan di warung-warung. Panggilannya sehari-hari juga sudah berubah. Kini orang-orang desa memanggilnya Mr. Bruno! Mereka selalu menyambutnya kemanapun ia pergi. Bruno juga tak segan-segan mentraktir para penyambutnya dengan minum-minum di bar. Karena mereka selalu ikut tertawa ketika ia menceritakan lelucon-leluconnya.

Tindakan-tindakan Kecil dengan Hasil Besar

Kini, pemandangan kontras mulai tampak diantara kedua sahabat itu. Sementara Bronu asyik terbaring santai di hammock (tempat tidur gantung berupa jaring). Pada sore hari, pada akhir minggu, Pablo tampak terus berlelahan keringat menggali saluran pipanya. Pada bulan-bulan awal, Pablo memang tak menunjukkan hasil apapun dari usahanya. Tampak betul bahwa pekerjaannya sangat berat bahkan jauh lebih berat dari pekerjaan yang dilakukan Bruno, selain harus tetap bekerja pada akhir minggu, Pablo juga bekerja di malam hari.

Tapi Pablo selalu mengingatkan pada diri sendiri bahwa cita-cita masa depan itu sesungguhnya dibangun berdasarkan pada perjuangan yang dilakukan hari ini. Dari hari ke hari dia terus menggali. Centi demi centi!

Pepatah yang selalu diingat Pablo adalah sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Dia selalu bersenandung tiap mengayunkan cangkulnya ke tanah yang mengandung batu karang. Dari satu centimeter, menjadi dua centimeter, sepuluh centimeter, satu meter, dua puluh meter, seratus meter dan seterusnya….Pablo mulai melihat hasil kerja kerasnya…

Ibarat pepatah yang lainnya lagi, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Kata-kata itu selalu dia tanamkan pada dirinya setelah dia kembali ke gubuknya yang sederhana, sepulang dari bekerja. Tubuhnya amat lelah setelah seharian menggali saluran pipa. Dia sudah bisa memperkirakan keberhasilan yang bakal dicapainya. Caranya adalah setiap hari dia menetapkan sasaran yang akan dicapainya. Lalu dia akan berusaha keras untuk mencapainya, hari itu juga. Pablo sangat yakin, kerja kerasnya ini akan menghasilkan kekayaan yang jauh lebih besar daripada tenaga dan waktu yang sudah dia keluarkan saat ini.

“Fokuslah pada imbalan yang akan kau peroleh dari pekerjaanmu.” Kata-kata itu terus diingat Pablo. Dan dia ulang-ulang setiap akan pergi tidur. Sementara hampir setiap saat, dari bar desa itu dia selalu mendengar gelak tawa yang kerap mengiringinya ke alam mimpi. Fokus, fokus, fokus… dan imbalannya pasti jauh lebih besar.

Keadaan Menjadi Terbalik

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dan pada suatu hari, Pablo menyadari saluran pipanya sudah tampak setengah jadi. Ini berarti dia hanya perlu berjalan separoh dari jarak yang biasa ia tempuh untuk mengambil air danau itu. Waktu yang tersisa, kini ia gunakan untuk menyelesaikan saluran pipanya. Saat-saat penyelesaian saluran pipa pun semakin dekat dan nyata….

Setiap saat beristirahat, Pablo menyaksikan sahabatnya Bruno yang terus saja mengangtak ember-ember. Bahu Bruno juga sudah tampak semakin lama semakin membungkuk. Dia tampak menyeringai kesakitan, meski sering berusaha dia sembunyikan. Langkahnya juga semakin lambat akibat kerja keras setiap hari. Bruno merasa sedih dan kecewa karena merasa “ditakdirkan” untuk terus-menerus mengangkat ember-ember setiap hari sepanjang hidupnya.

Bruno juga jarang tampak bersantai-santai di tempat tidur gantungnya. Dia lebih sering terlihat di bar. Begitu melihat kedatangan Bruno, orang-orang di bar biasanya akan berbisik, “eh,  lihat, Bruno, si manusia ember.” Mereka juga saling tertawa geli saat beberapa orang mabuk menirukan postur tubuh Bruno yang sudah membungkuk dan caranya berjalan semakin tampak terseok-seok. Bruno tidak pernah lagi mentraktir teman-temannya di bar, atau menceritakan lelucon-lekucon tanda kegembiraan. Dia lebih suka duduk sendiri di sudut gelap yang ditemani botol-botol minuman keras di sekelilingnya.

Akhirnya terjadi juga kegemparan di desa itu. Saat bahagia Pablo pun tiba. Saluran pipa yang ia bangun sudah selesai. Hampir semua orang desa berkumpul saat air mulai mengalir dari saluran pipanya menuju penampungan air di desa. Sekarang, desa itu sudah bisa mendapat pasokan air bersih secara tetap. Bahkan, penduduk desa yang sebelumnya tinggal agak jauh dari tempat itu kemudian pindah mencari tempat yang lebih dekat dengan sumber air itu.

Setelah saluran pipa selesai, Pablo tidak perlu lagi membawa-bawa ember. Airnya akan terus mengalir, baik dia sedang bekerja maupun tidak. Air itu terus mengalir, baik saat dia sedang makan, tidur ataupun bermain-main. Air itu tetap mengalir di akhir minggu ketika dia menikmati banyak permainan. Semakin banyak air yang mengalir ke desa, semakin banyak pula uang yang mengalir ke kantong Pablo.

Pablo yang tadinya terkenal dengan sebutan ‘Pablo Si Manusia Pipa’, kini menjaid lebih terkenal dengan sebutan Pablo Si Manusia Ajaib. Para politisi memuji-muji dia karena visinya jauh ke depan. Mereka bahkan meminta Pablo untuk mencalonkan diri sebagai wali kota. Tetapi, Pablo paham sekali apa yang sesungguhnya dia capai bukanlah sebuah keajaiban. Ini semua sebenarnya barulah langkah awal dari suatu pencapaian cita-cita yang besar. Memang benar, nyatanya Pablo mempunyai rencana yang jauh lebih besar daripada apa yang sudah dihasilkan di desanya.

Pablo sesungguhnya berencana membangun saluran pipa kekayaannya ke seluruh dunia!

Mengajak Teman-temannya untuk Membantu

Saluran pipa membuat Bruno si Manusia Ember kehilangan pekerjaan. Pablo sangat prihatin melihat sahabatnya itu sampai merasa perlu mengemis-ngemis minuman di bar. Karena iba, Pablo berniat menemui Bruno.

“Bruno, saya datang kesini untuk meminta bantuanmu,” kata Pablo.

Bruno meluruskan dulu bahunya yang bengkok, baru menjawab, “Kau jangan menghina saya.”

“Tidak. Saya datang kesini bukan untuk menghina. Saya justru ingin menawarkan peluang bisnis yang amat bagus. Dua tahun lamanya saya bekerja untuk menyelesaikan pembangunan pipa saya yang pertama. Tetapi, selama dua tahun tersebut saya belajar banyak hal. Saya jadi tahu alat-alat apa saja yang harus digunakan. Saya juga lebih paham tempat mana yang harus saya cangkul duluan, dan tempat mana yang keras dan sulit dicangkul. Saya juga semakin mengerti di mana seharusnya menanam pipa-pipa itu. Dan selama saya bekerja, saya juga rajin mencatat apa yang saya telah saya lakukan. Oleh sebab itu, sekarang ini saya sudah memapu mengembangkan sebuah cara yang lebih baik untuk membangun saluran-saluran pipa lainnya. ”

Setelah diam sejenak, Pablo melajutkan. “Sebetulnya saya bisa saja membangun saluran pipa itu sendirian dalam waktu setahun. Tetapi rasanya sayang harus berpikir, untuk apa saya harus menghabiskan waktu satu tahun hanya untuk membangun satu saluran pipa itu. Rencana saya adalah mengajari kamu dan orang-orang lain yang tertarik, cara membangun saluran pipa. Nantinya, kamu dan orang-orang yang sudah saya ajari ikut mengajarkan lagi kepada orang-orang baru lainnya lagi. Begitulah seterusnya…. Sampai suatu saat nanti, setiap desa di wilayah ini sudah memiliki saluran pipa. Lalu saluran pipa ini menyebar ke setiap desa di negara kita. Bahkan akhirnya pipa-pipa seperti ini akan ada di semua desa seluruh dunia.”

“Coba kamu renungkan baik-baik,” lanjut Pablo, “nantinya kita bisa mengutip sejumlah uang untuk setiap galon air yang dialirkan melalui saluran-saluran pipa tersebut. Semakin banyak air yang mengalir melalui saluran-saluran pipa, semakin banyak pula uang yang masuk ke kantong kita. Pipa yang baru selesai saya buat ini, sebenarnya bukanlah akhir dari cita-cita saya. Justru pipa saya itu merupakan awal dari cita-cita.”

Akhirnya, Bruno menyadari betapa betapa besar potensi bisnis yang ditawarkan sahabatnya itu. Dia tersenyum, kemudian mengacungkan tangannya yang lecet-lecet kepada sahabatnya. Mereka berjabat tangan, kemudian berpelukan. Bagaikan dua orang sahabat lama yang sudah lama tidak berjumpa.

Peluang Usaha Saluran Pipa di Dunia Pembawa Ember

Tahun demi tahun berlalu. Pablo dan Bruno sudah lama pensiun. Usaha saluran pipa mereka yang mendunia terus-menerus mengalirkan ratusan juta dolar per tahun ke rekening-rekening bank mereka. Ketika mereka berjalan-jalan di desa, kadang-kadang mereka melihat beberapa orang pemuda. Mereka tampak sangat sibuk mengangkuti air dengan ember.

Kedua sahabat masa kecil itu selalu berusaha mengajak pemuda-pemuda seperti itu untuk berbincang-bincang. Mereka selalu mengisahkan kisah hidup mereka sebagai pembawa ember sampai kemudian menjadi pembangun saluran pipa. Lalu mereka menawarkan bantuan, untuk membangun saluran pipa. Tetapi hanya sedikit di antara mereka yang mau mendengarkan nasihat mereka dan berusaha meraih peluang untuk melakukan usaha membangun saluran pipa mereka sendiri. Memang menyedihkan, melihat banyak di antara para pembawa ember menolak tawaran tersebut. Bruno sering merasa heran dengan alasan-alasan yang selalu mereka kemukakan.

“Saya tidak ada waktu.”

“Teman saya bilang bahwa dia kenal orang yang berusaha membangun saluran pipa tetapi ternyata gagal.”

“Hanya mereka yang terlebih dulu terjun dalam usaha saluran pipa ini yang akhirnya bisa sukses.”

“Seumur hidup, saya hanya mengenal pekerjaan saya sebagai pengangkut ember. Saya tetap akan mempertahankan profesi saya itu.”

“Saya tahu, ada orang yang akhirnya merugi karena membangun saluran pipa seperti itu. Jadi saya tidak mau mengikuti jejak mereka. Saya tidak mau merugi.”

Pablo dan Bruno benar-benar prihatin melihat mental para pembawa ember ini. Ternyata ada banyak sekali orang yang tidak punya visi tentang masa depan mereka. Tetapi akhirnya mereka pasrah saja.

Mereka sadar bahwa hidup di dunia yang masih didominasi oleh mental si pembawa ember ini, semuanya bisa terlihat statis. Hanya sedikit saja mereka yang berani dan punya ambisi untuk mencapaui kesuksesan melalui saluran pipa. (jumadi subur, Siapa Bilang Saya tidak Ingin Kaya?)
Selanjutnya...

Mental Pembawa Ember atau Pembangun Saluran Air?

Apakah anda percaya bahwa uang diperoleh dengan bekerja?
Apakah anda percaya bahwa tidak bekerja = tidak ada uang?
Apakah sekarang anda bekerja untuk mendapatkan uang?

Sampai usia berapakah anda ingin tetap bekerja?
Bila anda sudah tidak bekerja, apakah anda nanti masih memiliki uang?
Bila anda sudah berhenti bekerja, dari manakah anda memperoleh uang?
Bila anda sudah berhenti bekerja, akan cukupkah uang anda?

Apakah anda mengenal konsep “PASSIVE INCOME’?
Alkisah, ada sebuah desa di kaki pegunungan. Sumber mata air   terdapat di atas gunung. Setiap hari penduduk desa harus mengambil air   dari atas gunung, dibawa turun ke desa di bawah kaki gunung tersebut.

Bila anda menjadi penduduk desa tersebut, bagaimana caranya anda mengambil air setiap hari? Ada dua pilihan:
  1. Menggunakan ember
  2. Membangun saluran air 
Dari dua pilihan tersebut, yang manakah yang anda pilih?

99% orang pasti memilih membangun saluran air.

Apakah pilihan anda sama (membangun saluran air) ?
Mengapa anda tidak memilih menggunakan ember?
Banyak alasan orang tidak mau menggunakan ember, antara lain: tidak efisien, boros waktu, capek, dll.

Tetapi ada 2 hal yang sangat membedakan antara menggunakan ember dan membangun saluran air:
  1. Dengan menggunakan ember, berarti harus bolak-balik terus-menerus. Artinya harus terus-menerus MENGERJAKAN PEKERJAAN YANG ITU-ITU JUGA.
  2. Dengan menggunakan ember, pada saat kita berhenti, maka berarti AIRNYA JUGA BERHENTI SEKETIKA.

Tapi dengan pilihan kedua, yaitu membangun saluran air, ada 2 hal yang perlu kita ingat:
Setelah saluran air selesai dibangun, AIR AKAN MENGALIR DENGAN SENDIRINYA,bahkan pada waktu kita tidur sekalipun.
Dengan membangun saluran air, berarti kita BEKERJA SEKALI, TAPI HASILNYA KITA BISA NIKMATI TERUS MENERUS. Inilah maksud sebenarnya dari PASSIVE INCOME.

Apakah pekerjaan/bisnis anda sekarang lebih mirip dengan “prinsip ember” atau ‘prinsip saluran air”?
Apakah anda harus mengerjakan pekerjaan/bisnis anda setiap hari?

Apakah anda “dibayar” untuk kepandaian/kemampuan anda, atau hanya sekedar waktu anda saja?

99% pekerjaan adalah “hanya” menukar waktu anda dengan uang.

Buktinya, sewaktu anda berhenti mengerjakan pekerjaan/bisnis anda   sekarang, apakah masih ada kemungkinan untuk terus mendapatkan penghasilan darinya?

Kembali ke pertanyaan di atas: SAMPAI USIA BERAPA ANDA AKAN TERUS BEKERJA?

Apakah anda BUTUH dengan apa yang disebut “passive income”?

Bila anda tidak ingin bekerja sampai tua, berarti anda BUTUH kesempatan untuk memperoleh “passive income”.

Berarti anda BUTUH untuk mulai membangun saluran pipa.

KAPAN WAKTU YANG TEPAT untuk mulai membangun saluran pipa?

Waktu yang tepat yang terbaik adalah: KEMARIN
Sekarang hanya ada waktu yang tepat urutan kedua, yaitu: HARI INI

Faktanya, saya BUTUH “membangun saluran air”, tapi saat ini saya terlalu sibuk dan tidak punya waktu.
Bagaimana caranya?
  1. Pekerjaan dengan “menggunakan ember” TIDAK AKAN PERNAH SELESAI. Jadi TIDAK ADA GUNANYA MENUNGGU waktu yang tepat lagi.
  2. Bila anda benar-benar BUTUH, maka pasti WAKTU akan ada dengan sendirinya. Sama seperti anda “butuh” masuk kantor, anda “butuh” buka toko, anda “butuh” meninjau pabrik, anda “butuh” pergi liburan, dsb. Sekali lagi, bila anda benar-benar BUTUH “membangun saluran air” dan menganggapnya benar-benar PENTING, maka ANDA PASTI PUNYA WAKTU untuk itu.
  3. Semakin lama anda menunda membangun saluran pipa, semakin lama pula anda terjebak menggunakan ember terus-menerus.
  4. Pekerjaan dengan menggunakan ember, semakin lama akan semakin berat. Tidak pernah menjadi semakin mudah.
  5. Mulai membangun saluran air pada saat kita masih bisa menggunakan ember, adalah hal yang sangat bijaksana. Bila kita baru mau membangun saluran pipa pada saat sudah tidak bisa menggunakan ember lagi, semuanya sudah jadi sangat terlambat.
  6. Ingat, WAKTU YANG TEPAT SUDAH LEWAT, tinggal bagaimana kita MENGGUNAKAN HARI INI AGAR TIDAK SEMAKIN TERLAMBAT.
  7. Tidak ada yang bisa mengatur waktu anda, sebaik anda sendiri.

Kita sudah melihat prinsip “passive income” dengan membangun saluran air. Mari kita teruskan cerita “membawa ember” dan “membangun saluran air” tadi.
Bagaimana caranya bagi seorang pembawa ember, bila dia ingin memperbanyak air yang bisa dibawanya tiap hari? Ada beberapa pilihan yang biasa dilakukan:

1. Memperbesar ukuran ember.
Bisa diartikan, kita menerima ‘kenaikan jabatan” yang disertai   bertambahnya tanggung jawab dan bertambahnya beban pekerjaan tersebut.

2. Menambah jumlah ember yang dibawa.
Bila penghasilan dari satu pekerjaan tidak cukup, biasanya kita   mencari pekerjaan kedua, atau bahkan ketiga. Biasanya ada satu pekerjaan   yang “full-time” dan ada beberapa yang “part-time”.

3. Menambah waktu kerja.
Singkatnya, lembur siang-malam. Tidur hanya 2-3 jam sehari.

Apakah cara-cara di atas mampu memperbanyak air (memperbesar penghasilan) kita?
Tentu saja bisa. Tetapi cara-cara di atas SANGAT TERBATAS, untuk 2 hal:
  1. Terbatasnya tenaga
  2. Terbatasnya waktu

Karena cara-cara di atas SANGAT TERBATAS, maka kita perlu mengingat fakta-fakta di bawah ini (karena kita seringkali lupa) :
  1. Dengan mengandalkan prinsip ‘membawa ember”, kita SELAMANYA TIDAK MUNGKIN SUKSES besar, karena sudah terbukti SANGAT TERBATAS.
  2. Oleh karenanya, TIDAK PERNAH ADA orang-orang terkaya (tersukses) yang mencapai kesuksesannya saat ini dengan mengandalkan prinsip “membawa ember”.
  3. Semua pakar-pakar ternama di dunia mengajarkan bahwa dengan “membawa ember”, tidak akan membawa kita kemana-mana. Hanya di situ-situ saja seumur hidup. (Misal: Robert T. Kiyosaki dalam “Rich Dad Poor Dad”)
  4. Bila kita SEUMUR HIDUP hanya ngotot dengan “membawa ember” saja, SUDAH PASTI kita tidak bisa mencapai sebagian besar impian kita, karena satu hal pasti: membawa ember itu potensinya SANGAT TERBATAS.
  5. Anda tidak perlu mencari bukti lebih banyak lagi. Orang-orang di sekitar kita sudah banyak yang menjadi contoh dan bukti mutlak, bahwa dengan hanya “membawa ember” saja, maka TIDAK MUNGKIN bisa benar-benar sukses. 
Nah, sekarang bagaimana dengan “membangun saluran air”?

Tadi kita sudah sepakat bahwa: setelah saluran air selesai dibangun, air akan terus mengalir, bahkan pada saat kita tidur.

Pertanyaannya: Bagaimana bila aliran air tersebut tidak cukup. Bagaimana bila kita ingin memperbesar kapasitas air yang mengalir?
Terbatas jugakah?

Jawabannya: DENGAN SATU SALURAN AIR, MEMANG TERBATAS.

Tapi ingatlah hal ini:
  1. Setelah satu saluran air selesai dibangun, KITA BISA MULAI MEMBANGUN SALURAN AIR lainnya.
  2. Pada saat kita membangun saluran air yang kedua (atau ketiga), SALURAN AIR PERTAMA TETAP MENGALIR airnya.
  3. Artinya, kita bisa membangun BANYAK SEKALI SALURAN AIR, dan ini berarti PENGHASILAN KITA MENJADI TIDAK TERBATAS.

Inilah yang kita sebut dengan “UNLIMITED INCOME”, yaitu sebuah PENGHASILAN DENGAN POTENSI YANG TIDAK ADA BATASNYA.
Batasnya hanya ditentukan oleh serajin apa kita membangun saluran-saluran air kita.


Lalu kapan berhentinya? Sama juga donk dengan “membawa ember”?

Beda sekali. Bedanya :
  1. Dengan “membawa ember”, begitu kita berhenti, SEMUA PENGHASILAN SERTA MERTA BERHENTI TOTAL.
  2. Dengan “membangun saluran air”, begitu kita berhenti, PENGHASILAN KITA MASIH TETAP MENGALIR TERUS.

Yang berhenti hanya pertumbuhan penghasilannya (dan pada prakteknya, itupun bukan berhenti bertumbuh sama sekali, hanya menjadi lebih lambat   saja). Pada suatu saat, bila kita sudah cukup “puas” dengan tingkat   penghasilan kita saat itu, tentu boleh-boleh saja punya alasan untuk berhenti, dan mulai benar-benar menikmati “passive income” yang  “unlimited”.

CATATAN PENTING :
  1. Membangun saluran air pasti perlu waktu.
  2. Untuk mencapai “unlimited income”, kita mungkin harus membangun beberapa saluran air.
  3. Oleh karena itu PENTING SEKALI agar kita MULAI MEMBANGUN SALURAN AIR YANG PERTAMA SECEPAT MUNGKIN, SEDINI MUNGKIN.
  4. Sebelum kita MULAI membangun saluran air kita yang pertama, artinya kita juga BELUM memulai usaha kita mencapai “unlimited income”.
  5. Inilah juga alasan terpenting mengapa kita TIDAK BOLEH MENUNDA-NUNDA LAGI untuk MULAI membangun saluran pipa kita yang pertama, baru nanti ada yang kedua, ketiga dan seterusnya.
  6. MULAILAH HARI INI JUGA.

Sekali lagi tentang “ember” dan “saluran air” :

1. Apakah “ember” bisa anda wariskan ke anak anda?
Tentu saja bisa. Tapi ingat, bila anda mewariskan ember kepada anak anda, berarti pula:
  • Anda bisa mewariskan embernya, tapi TIDAK AIRNYA.
  • Anak anda TETAP HARUS BOLAK-BALIK mengangkut air sendiri setiap hari.
  • Anda bisa mewariskan bisnis anda kepada anak/keluarga anda, tapi ingat, anak/keluarga anda tetap harus “meneruskan” bisnis anda tersebut.
  • Bila anak anda BERHENTI membawa ember, AIRNYA PASTI BERHENTI JUGA kan.

2. Apakah “saluran air” bisa anda wariskan ke anak anda?
Jelas bisa.
  • Hebatnya, bila anda mewariskan “saluran air” ke anak anda, maka berarti anda juga SEKALIGUS mewariskan airnya.
  • Air tetap akan mengalir terus, walaupun anda sudah tidak ada lagi.
  • Kehidupan anak/keluarga anda JAUH LEBIH TERJAMIN bila anda mewariskan saluran air, bukannya ember.

Banyak orang yang gagal melihat kelebihan mewariskan saluran air dibandingkan dengan mewariskan ember.

Mana yang anda pilih untuk diwariskan ke anak anda?
EMBER atau SALURAN AIR ???

Bila anda memilih untuk mewariskan SALURAN AIR, maka ada beberapa hal yang penting untuk anda ingat:
  1. SEGERA mulai membangun saluran airnya. Anda TIDAK BISA MEWARISKAN APA YANG ANDA TIDAK PUNYA.
  2. Bila anda setuju, bahwa untuk membangun saluran air itu diperlukan waktu, maka itu pula lah alasannya mengapa anda harus MULAI SAAT INI JUGA.
  3. Semakin terlambat anda mulai membangun saluran air, maka SEMAKIN BESAR RESIKONYA bahwa saluran air itu tidak SELESAI PADA WAKTUNYA.
  4. Bila saluran air itu BELUM SELESAI pada waktunya, dan anda sendiri tiba-tiba tidak bisa meneruskannya lagi, maka ANAK ANDA TIDAK AKAN MEWARISKAN APA-APA. Tidak mewariskan saluran air, dan besar kemungkinan juga tidak mewariskan “ember” pula.
  5. Membangun saluran air bukan HANYA UNTUK ANDA, tapi juga UNTUK MASA DEPAN ANAK-ANAK DAN KELUARGA ANDA.
  6. Bila membangun saluran air SEDEMIKIAN PENTINGNYA, hanya ada satu hal yang bisa kita lakukan: MULAILAH SAAT INI JUGA.
  7. Karena SEDEMIKIAN PENTINGNYA arti saluran air ini bagi masa depan anak dan keluarga kita, maka berarti pula TIDAK ADA ALASAN APA PUN untuk tidak segera mulai membangun saluran air ini. Tidak ada alasan waktu, tidak ada alasan ketrampilan, dan tidak ada alasan-alasan lainnya.
  8. Hal ini karena membangun saluran air adalah TERAMAT SANGAT PENTING SEKALI.

Beberapa pertanyaan terakhir:
  1. Apakah anda sudah paham kelebihan membangun saluran air dibandingkan dengan membawa ember? (passive income, unlimited income, warisan)
  2. Apakah pekerjaan/bisnis anda sekarang lebih dekat ke “membawa ember” atau ke “membangun saluran air”?
  3. Apakah anda BUTUH untuk membangun saluran air?
  4. Bila seumur hidup anda tidak punya saluran air, apakah anda merasa hidup anda akan baik-baik saja? (karena faktanya hanya sedikit sekali orang yang memilih membangun saluran air)
  5. Bila seumur hidup anda hanya membawa ember, apakah anda merasa biasa-biasa saja? (karena sebagian besar orang yang seperti itu, seumur hidup hanya membawa ember saja)
  6. Apakah dengan adanya saluran air akan banyak membantu anak/keluarga anda nantinya?
  7. Apakah masa depan anak/keluarga anda bisa banyak berubah bila anda mau mulai membangun saluran air?

Kondisi kita saat ini adalah akibat pilihan-pilihan kita di masa lalu.
Kondisi kita di masa depan tergantung dari pilihan-pilihan kita saat ini.

Sumber: dari Dikdik Mulyadi
Selanjutnya...

Sabtu, 24 Januari 2015

Hidup Seperti Mengendarai Mobil

di dalam kehidupan ada tiga tipe orang berdasarkan cara orang tersebut mengendarai mobil untuk sampai pada tujuan, yaitu :
Yang pertama adalah orang yang tidak bisa nyetir. Dia harus disetirin. Harus dilayani supir. Dia tinggal duduk di belakang, dan sopir membawanya ke tujuan. Untuk itu ia harus menggantungkan hidupnya kepada si supir.
Yang kedua adalah orang yang sudah belajar nyetir sendiri. Dia bisa mengemudikan mobil ke mana saja dia suka. Semakin lama, semakin terampil.
Yang ketiga adalah orang yang bisa melayani orang lain, menjadi supir. Kemampuannya mengendarai mobil mendapatkan penghargaan.
Termasuk tipe orang yang manakah anda? 
Kalau anda banyak mengeluh dalam hidup ini, maka anda itu masih jenis yang pertama. Masih harus dilayani orang lain. Hidup anda akan tergantung kepada orang lain. Anda tidak memiliki kuasa atas kehidupan anda. Seperti seorang karyawan yang setiap bulan mengeluh tentang gaji yang didapatnya, yang masih menggantungkan hidupnya kepada perusahaan tempat dia bekerja. 
Jika anda tidak puas dengan kehidupan anda saat ini, mungkin sudah saatnya anda berpindah tempat menjadi tipe orang yang kedua, yaitu belajar menyetir sendiri. Menggantungkan hidup di tangan orang lain bukanlah pilihan yang bijak. Jika orang lain tidak bekerja dengan baik, maka hidup anda merana. Lebih menyenangkan kalau anda belajar nyetir sendiri. Kebahagiaan anda tidak lagi terlalu bergantung kepada orang lain. Dan anda lebih bebas mencari apa yang anda mau. 
Yang paling top itu adalah yang sudah sangat ahli dan bisa menolong orang lain. Kemampuan anda menjalani hidup ini menjadi inspirasi untuk orang lain.
Semua keputusan ada di tangan anda, apakah anda ingin menjadi penumpang atau supir atau supir yang membawa penumpang di mobilnya. Semua terserah kepada anda, akan tetapi waktu kita di dunia ini sangatlah singkat, jadi jalanilah hidup ini sebaik-baiknya, have a nice day :D


Selanjutnya...

Kamis, 22 Januari 2015

Memulai Usaha Seperti Masuk Kamar Mandi

Saya sering memberi contoh bahwa memulai usaha itu sebaiknya sama seperti masuk ke kamar mandi. Dimana persamaannya? Memulai usaha sebaiknya jangan terlalu banyak dipikir, sebab kalo terlalu banyak dipikir tidak akan mulai-mulai. Sama seperti masuk kamar mandi. Tidak ada orang yang sebelum masuk kamar mandi berpikir dahulu, misalnya apakah mandi saya akan sukses nanti, apakah sabunnya sudah ada atau belum, apakah nanti airnya cukup atau tidak?

Itulah persamaannya, jadi memulai usaha sama dengan masuk ke kamar mandi, tidak usah terlalu banyak dipikir. Kalo ternyata saat masuk kamar mandi sabunnya tidak ada tinggal keluar lagi ambil sabun, kalo handuknya ketinggalan tinggal teriak minta tolong diambilkan handuk. Begitu juga bisnis, tidak perlu terlalu banyak dipikir, karena kalo terlalu banyak dipikir, maka tidak akan buka usaha, tapi kalo sudah dibuka usahanya, maka pasti akan mikir juga. PURDI E CHANDRA
Selanjutnya...

Kamis, 15 Januari 2015

Ikan di Akuarium



Ikan yang hidup di akuarium kecil hanya memerlukan dosis air yang sedikit, akan tetapi ikan yang hidup di akuarium besar memerlukan dosis air yang besar agar bisa bergerak lincah dan tetap hidup.

Jika ikan yang berada di akuarium besar diberikan dosis air yang sedikit maka ikan tersebut bisa mati.

kalimat diatas adalah perumpamaan saja untuk menggambarkan tentang seseorang yang sedang mengejar impiannya. akuarium diatas adalah impian, ikan adalah semangat mengejar impian, dan dosis air adalah dosis kenekatan yang dibutuhkan.

Impian yang besar membutuhkan dosis kenekatan yang besar juga agar semangat juang tetap menyala terus, tetapi jika impian yang besar diberikan dosis kenekatan yang kecil maka semangat juang untuk mencapai impian tersebut perlahan-lahan akan padam. jadi dosis kenekatan menghidupkan semangat juang untuk terus berusaha mencapai impian.

Cerita diatas terinspirasi dari buku "The Power Of Nekat", dimana ditulis bahwa untuk membeli suatu tujuan dibutuhkan dosis kenekatan yang besar pula. jadi dosis kenekatan yang dimaksudkan adalah sama dengan mata uang untuk membeli barang. Jika harga tujuan adalah Rp 100.000,- maka dosis kenekatan yang dibutuhkan juga sebesar Rp 100.000,-

Dalam buku tersebut juga tertulis, seseorang yang bekerja sebagai karyawan berarti menggantungkan nasibnya di tangan orang lain, sedangkan seorang wirausaha walaupun bisnisnya kecil dapat menentukan nasibnya sendiri di tangannya. SALAM NEKAT !!! :P
Selanjutnya...

Minggu, 04 Januari 2015

Rumput Liar



Apakah anda pernah menonton film meteor garden? 'Rumput liar' memang merupakan kata-kata yang paling sering dikatakan oleh San Chai ketika dia harus menjadi lebih kuat saat dibully oleh teman kuliah ataupun ditindas oleh ibu Tao Ming Tse.

Si rumput liar, terlihat sederhana, bahkan tak dipandang sama sekali namun mereka tumbuhan yang kuat, mereka mampu bertahan walaupun sering terinjak-injak, dan mampu membentuk koloni yang banyak. Pernahkah anda berpikir, jika ada sehamparan tanah lapang dan dibiarkan begitu saja tanpa diurus, tumbuhan apa yang pertama kali tumbuh?

Atau, ketika anda menanam tanaman kesayangan anda di dalam pot, tumbuhan apa yang seringkali muncul dan membuat anda sibuk untuk terus mencabutnya?

Mereka adalah rumput liar, aku penasaran bagaimana mereka bisa tumbuh begitu mudah? Apakah bibit rumput liar itu ada dimana-mana, Atau memang mereka yang suka tumbuh dimana-mana?

Rumput liar.. Mereka memang punya kemampuan regenerasi yang  luar biasa, disaat tumbuhan lain tak mampu tumbuh, bahkan padi pun masih bergeliat melawan panasnya kemarau dan pohon-pohon besar sudah tumbang karena kebakaran, si rumput kecil ini sudah mampu bangkit lagi, ia memanfaatkan tiap kesempatan yang ada, mineral berharga sisa dari pembakaran dedaunan serta setetes embun saja sudah mampu menumbuhkannya kembali.

Sebuah rumput liar tumbuh di tepi jalan tanpa ada orang yang memperhatikannya. Tanpa ada manusia yang mau menyiraminya. Rumput liar itu terus bertahan walaupun angin kencang selalu meniupnya dan kemarau panjang pun selalu menderanya. Selalu tumbuh walaupun sering ia dipotong dan dibuang karena dianggap mengotori jalan. Ia akan tumbuh dan berdaun lebat walaupun ulat selalu memakannya. Merontokkan daun-daunnya dan mematahkan batangnya yang terlihat lemas dan tak berdaya.

Gelombang tsunami yang datang menerjang tak mampu membuatnya mati meninggalkan kehidupan ini. Terjangan roda-roda mobil tak mematahkan akar-akar rumput liar yang menancap erat dalam bumi. Sebesar apapun rintangan yang menerpanya tak membuatnya lekang oleh zaman. Rumput liar akan terus hidup selama akarnya masih menancap erat dalam bumi. Ia akan terus memberikan oksigen sebagai sumber kehidupan bagi makhluk yang ada di sekitarnya. Rumput liar akan tetap menyediakan tempat yang nyaman bagi kehidupan ulat-ulat kecil yang ada di dekatnya.

Inilah sebuah contoh kecil dari makhluk yang terabaikan dan tersingkirkan. Dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai pengganggu, yang merusak filosofi sederhana yang terkadang tidak kita pahami sebagai manusia, makhluk yang paling sempurna ciptaan Tuhan. Manusia ditakdirkan bukan untuk mengeluh dan meminta. Manusia tercipta bukan menjadi perusak yang membuat hilangnya keseimbangan alam. Manusia bukan diciptakan untuk menjadi pecundang yang lari dari masalah dan memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya. Manusia juga bukan tercipta sebagai pengemis yang selalu meminta dan menunggu belas kasihan tanpa mau ada usaha yang keras.

Manusia itu tercipta sebagai pemimpin yang mampu menjaga keseimbangan alam dan ekosistemnya. Manusia adalah pelindung dari manusia itu sendiri dan apa yang ada dalam bumi ini. Semua masalah yang menimpa adalah cobaan yang menjadikan setiap orang menjadi lebih kuat, lebih kuat dan lebih kuat lagi.

Jadilah seperti rumput liar, yang terus selalu tumbuh walaupun sudah dibasmi, dibabat habis berkali-kali. Namun ia terus tumbuh. Menyembulkan tunasnya dari dalam tanah, perlahan-lahan tumbuh dengan suburnya. Tiada pernah menyerah. Tidak pernah mengalah pada keadaan. Sesulit dan sesukar apapun itu.
Selanjutnya...

Jumat, 02 Januari 2015

Perangkap Tikus



Suatu ketika, ada seekor tikus yg hidup di rumah seorang petani. Ia adalah seekor tikus kecil yang bahagia, sebab ia mendapat cukup banyak makanan. Sungguh bagus punya tikus di rumah, karena itu artinya kita tidak memerlukan penyedot debu. Biar si tikus saja yang memunguti remah-remah kecil dan mungil..., tapi itu kalau kita bisa melatih si tikus untuk mengambil remah di tempat yang benar. Ha-ha-ha.

Masalahnya, petani pemilik rumah tak pernah menyukai tikus itu. Suatu hari, ketika si tikus mengintip melalui retakan di tembok, ia melihat petani itu tengah membuka sebuah bungkusan. Saat ia melihat benda dalam bungkusan itu, ia ketakutan. Petani itu ternyata membeli sebuah perangkap tikus!

Begitu gegernya tikus itu sampai-sampai ia langsung menemui sahabatnya, Si Ayam, dan berseru, "Pak Tani beli perangkap tikus! Ini mengerikan! Ini bencana!"

Namun Si Ayam malah berkata, "Bukan masalahku. Tak ada hubungannya denganku. Itu urusanmu, Tikus! Pergi sana!"


Tikus itu tidak mendapat simpati dari ayam, jadi ia pergi menemui sahabatnya yang lain, Tuan babi. "Tuan Babi, Tuan Babi! Pak Tani beli perangkap tikus. Ini berita mengerikan, aku tidak tahu apa aku bisa tidur nyenyak malam ini! Aku dalam bahaya!"

Tuan Babi berkata, "Gak ada urusannya denganku. Urusanmu! Perangkap tikus gak bisa menangkap babi. Kamu lagi sial aja, sana pergi!"

Tikus itu kecewa dengan Tuan Babi, maka ia menemui sahabatnya yang lain, Nyonya Sapi.

"Nyonya Sapi! Tolonglah aku! Pak Tani sudah beli perangkap tikus! Aku begitu paranoid sekarang! Kamu tahu kan tikus biasanya lari ke sana kemari dan tidak tahu lari menginjak apa. Aku bisa menginjak perangkap itu dan aku akan terbunuh...!"

Nyonya Sapi berkata, "Wah, wah.... Itu pasti karma dari kehidupan lampaumu.... Tapi sayangnya, tidak ada hubungannya denganku."

Tikus itu tidak mendapatkan simpati dari satu pun sahabatnya. Dengan muram, ia pulang ke liangnya. Malam itu seekor ular menyusup ke rumah petani itu dan ekornya terkena perangkap tikus itu.

Ketika istri petani datang untuk memeriksa apakah perangkap itu sudah menangkap tikus, ular itu mematuk istri petani itu. Akibatnya, istri petani itu menderita sakit berat. Karena beratnya sakit sang istri, petani itu berpikir, "Apa ya yang bagus untuk orang sakit? Aah... sup ayam!"

Maka petani itu mengambil ayam, memotong kepalanya, membuluinya, dan merebusnya menjadi sup untuk istrinya. Si ayam kehilangan nyawanya.

Istri petani tak kunjung sembuh. Sanak saudara berdatangan untuk memastikan apakah istri petani itu baik-baik saja. Karena banyak tamu berkunjung, petani tidak tahu harus menyediakan makanan dari mana buat mereka. Jadi ia menangkap si babi, menjagalnya, lalu menyajikan sosis dan ham untuk tamu-tamunya. Si babi pun kehilangan nyawanya.

Sekalipun telah melakukan segala upaya, istri petani malang itu meninggal jua. Karena ia meninggal---Anda tahu betapa mahalnya upacara pemakaman, maka petani harus memotong sapi dan menjual dagingnya untuk membayar biaya upacara. Jadi pada akhirnya, si ayam mati, si babi kehilangan nyawa, dan si sapi dijagal..., semua ini karena perangkap tikus.

Jadi, itu bukan hanya masalah si tikus, tapi masalah semuanya.

Kita sering berpikir, "Ini tidak akan mempengaruhiku, tak ada urusannya denganku. Ini masalah orang lain." Tapi kisah ini memberitahu kita: "Bukan! Ini bisa jadi masalahku juga."

Itulah sebabnya mengapa kita harus saling menolong satu sama lain, walau kita tidak tahu bagaimana hal itu berakibat pada kita. Jika ada masalah dalam hidup Anda, mohon jangan pernah berpikir bahwa ini masalah Anda, atau masalah dia. Alih-alih, pikirkan itu sebagai masalah kita, sebab kita semua berada di dalamnya bersama-sama, dan bagian yang indah dalam proses ini adalah berbagi dengan orang lain.

Kita akan menyelesaikan ini bersama-sama. Jika upaya kita berhasil dan mencapai akhir yang baik, luar biasa. Tapi meskipun tidak berhasil, hal yang paling penting adalah: kita bekerja bersama-sama. Pokok masalahnya bukanlah dalam menyelesaikan semua masalah kita, namun pada kenyataan bahwa kita tidak bekerja sama. Di situlah masalahnya.

Jika kita belajar untuk saling bekerja sama, kita akan memiliki kehidupan spiritual yang menakjubkan ini, dan kita tidak akan merasa begitu kesepian. Lalu, kita pun makin dekat dengan realitas bahwa kita semua ada dalam perahu ini bersama-sama. 


Sumber : buku "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3"
Selanjutnya...