Minggu, 20 September 2015

Sang Hakim Bijaksana

Hakim Bijaksana

Ia adalah Hakim Leonardo. Hakim yang bijaksana. Hakim ini selalu mendengar laporan dengan teliti. Seorang pengemis atau pangeran, sama di hadapannya.

Siapapun yang bersalah akan dikenakan hukuman yang semestinya.

Suatu hari Hakim Leonardo memimpin sidang kasus pencurian. Seorang laki-laki bernama Argus berhasil masuk ke rumah seorang yang kaya dan mengambil dua bungkus roti.

Sialnya, saat sudah sampai di luar rumah, ia ditangkap oleh tiga orang kebetulan lewat di samping rumah orang kaya itu.

“Kenapa kau mencuri roti itu?” sang hakim bertanya penuh wibawa. Argus tertunduk.

“Saya mencuri karena terpaksa. Saya ingin bekerja, tapi tidak ada yang memberi saya pekerjaan. Malam itu keluarga saya benar-benar kelaparan. Sudah dua hari kami tidak makan apapun. Hanya minum air putih.”

Hakim Leonardo menanyakan keterangan itu pada istri Argus. Istrinya membenarkan hal tersebut.

Sang hakim merenung sejenak.

“Baiklah, kali ini kau memang berkata jujur. Aku sudah memerintahkan petugas pengadilan untuk menyelidiki tempat tinggalmu. Kau memang benar-benar miskin.”

Beberapa saat kemudian Hakim Leonardo berkata lagi, “Waktu itu kau punya kesempatan untuk mencuri benda lain yang lebih berharga, tapi kenapa kau hanya mencuri roti itu?”

“Saya hanya memerlukan roti, untuk keluarga saya yang kelaparan. Saya tidak memerlukan benda yang lain.”

“Benarkah tak ada benda yang dicuri?” Hakim Leonardo bertanya pada pemilik rumah. Pemilik rumah terdiam sejenak. Ia ingin mengaku bahwa ada benda lain yang dicuri.

Namun ia teringat,  Hakim Leonardo sangat jeli. Bisa-bisa malah ia dituntun balik. Akhirnya pemilik rumah menjawab, “Tidak, Yang Mulia. Benar yang dikatakannya. Dia hanya mencuri dua bungkus roti.”

Hakim menimbang-nimbang. Mungkin sedang memperhitungkan hukuman untuk si pencuri. Di kerajaan itu, hukuman untuk pencurian ditentukan oleh nilai benda yang dicuri.

Juga alasannya. Karena Argus hanya mencuri dua bungkus roti, itu pun karena terpaksa, maka Argus hanya diminta membayar denda.

Mendengar jumlah denda yang harus dibayarnya, Argus terbelalak.  “Yang Mulia, kalau saya punya uang sebanyak itu, saya tidak perlu mencuri roti. Uangnya akan saya belikan makanan untuk keluarga saya.”

Sang hakim tersenyum. “Tentu saja aku tahu memang seperti itu. Tapi hukum tetaplah hukum. Kau tetap harus membayar denda.”

Argus kian tertunduk sedih. Bagaimana aku bisa membayar denda itu? Pikirnya gundah.

“Tapi biarlah kali ini aku yang akan membayar dendanya,” ujar sang hakim tiba-tiba.

Sang pencuri terperangah. “Benarkah Yang Mulia?” tanyanya terbata.

“Tentu saja,” jawab Hakim Leonardo. Dekeluarkannya sebuah kantong dan diambilnya sejumlah uang untuk membuktikan ucapannya. Petugas pengadilan menerimanya dengan terkejut.

“Pria ini pria yang jujur. Aku percaya, dia tidak akan mencuri jika tidak terpaksa. Aku yakin kejadian ini membuatnya tidak akan mengulangi perbuatannya.”

Orang-orang yang menonton jalannya persidangan berbisik-bisik. Lalu mereka mengangguk-angguk setuju. Sekali lagi orang-orang dibuat kagum dengan kebijaksanaannya.

“Dengarlah ini, Argus. Bukan berarti akan selalu ada orang yang bersedia menggantikan hukumanmu. Karena itu kau pasti belajar kali ini. Jangan ulangi perbuatan itu lagi, apapun alasannya,” nasihat sang hakim pada Argus.

Argus mengangguk mendengar nasihat Hakim Leonardo. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan buruknya kembali. Mungkin karena terharu, ia sampai menangis.

“Saudara-saudara,” kata Hakim Leonardo pada orang banyak, “Keluarga saudara kita ini sedang kelaparan. Kalau saudara-saudara tidak keberatan, silakan menyumbang serela anda.”

Orang-orang menuruti permintaan Hakim Leonardo. Terkumpulkan uang yang cukup banyak untuk laki-laki tersebut.

Seseorang pengunjung sidang maju ke depan hakim dan berkata, “Yang Mulia, teladan anda hari ini sungguh mulia. Biarlah orang ini bekerja pada saya. Kebetulan saya memang sedang memerlukan seseorang untuk menggantikan pegawai saya yang berhenti.”

Argus memandang orang yang baru saja menawarkan pekerjaan itu dengan penuh terima kasih. Hakim Leonardo tersenyum.

Hari ini ia telah menyentuh hati banyak orang. Orang-orang pasti akan semakin mengaguminya. Sikap rela berkorbannya demikian menggugah hati banyak orang.

Orang-orang yang menonton pengadilan itu juga menjadi sadar bahwa masih banyak orang-orang di sekitar mereka yang membutuhkan uluran tangan.
Oleh: Novie Indriyani
Bobo No. XXXI

Tidak ada komentar :

Posting Komentar