Selasa, 27 Januari 2015

MEMBANGUN SALURAN PIPA KEKAYAAN

clip_image001

Kisah ini saya ku
tip dari terjemahan buku “The Parable of Pipeline” tulisan Burke Hedges dan Steve Price, belum jelas apakah ini kisah nyata atau fiksi namun mengandung ibrah yang cukup baik dijadikan bahan renungan.

Saat itu tahun 1801.

Pada sebuah lembah di Italia.

Pada zaman dahulu kala, begitu kisah ini dimulai, ada dua orang saudara sepupu yang tinggal di tempat itu.Keduanya dikenal punya semangat dan ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan. Yang pertama bernama Pablo, yang kedua bernama Bruno. Keduanya tinggal dalam rumah yang berdampingan di desa kecil dalam lembah itu.

Keduanya adalah pemuda yang penuh semangat dan berkemampuan tinggi. Keduanya juga memendam cita-cita yang sama tingginya.Keduanya sama-sama ingin menggapai bintang di langit untuk mewujudkan impian-impiannya.


Keduanya sering berkhayal suatu ketika nanti mereka akan menjadi orang yang paling kaya di desa itu. Mereka berdua sama-sama cemerlang dan sangat tekun dalam bekerja. Yang mereka perlukan hanyalah kesempatan untuk mewujudkan impian itu. Kata pepatah untuk menjadi sukses kesiapan haruslah bertemu dengan kesempatan. Dan keduanya sama-sama siap.

Pada suatu hari apa yang mereka tunggu selama ini datanglah. Kesempatan itu muncul secara tiba-tiba. Kepala desa itu memutuskan mempekerjakan dua orang itu membawa air dari sungai yang terletak di pinggir desa ke tempat penampungan air yang terletak di tengah desa itu. Pekerjaan itu dipercayakan kepada Pablo dan Bruno.

Tidak menunggu perintah selanjutnya keduanya langsung membawa dua buah ember dan segera menuju sungai. Sepanjang siang keduanya mengangkut air dengan ember. Menjelang sore tempat penampungan air sudah penuh sampai ke permukaan. Kepala desa menggaji keduanya berdasar jumlah ember air yang masing-masing mereka bawa.

“Wow ”. “Apa yang kita yang kita cita-citakan selama ini akan terkabul.” teriak Bruno gembira. “Rasanya sulit dipercaya kita mendapatkan penghasilan sebanyak ini.”

Namun Pablo tidak behenti sampai di situ. Dia tidak yakin begitu saja. Pulang ke rumah Pablo merasakan punggungnya nyeri semua. Kedua telapak tangannya juga lecet-lecet. Semua itu disebabkan dua ember berat berisi air yang dibawanya bolak-bbalik dari sungai ke penampungan air sepanjang hari tadi. Begitu pagi tiba, perasaannya jadi kecut karena harus pergi bekerja. Tidak ingin punggung dan tangannya bermasalah lagi, Pablo justru berpikir keras mencari akal bagaimana caranya mengangkut air dari sungai ke desa tanpa harus terluka, tanpa harus menanggung rasa nyeri di punggung. Tanpa melakukan hal itu seumur hidupnya.

Pablo, Si Manusia Saluran Pipa

“Bruno, aku punya rencana,” kata Pablo keesokan harinya setelah semalam tak bisa tidur memikirkan jalan keluar pekerjaan mereka. Sambil membawa ember mereka masing-masing dan mereka pun menuju ke sungai, Pablo melanjutkan, “Daripada kita mondar-mandir setiap hari membawa ember ke sungai dan hanya mendapatkan beberapa sen per hari, mengapa tidak sekalian saja kita membangun pipa saluran air dari sungai ke desa kita.”

Bruno langsung menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba.

“Saluran pipa air! Ide dari mana itu ! Kata Bruno tegas. “ “Kita kan sudah mempunyai pekerjaan yang sangat bagus dan menghasilkan uang dengan mudah, Pablo.”

“Aku bisa membawa 100 ember sehari dengan upah 1 sen per ember. Berarti penghasilan kita bisa 1 Dollar perhari! Aku akan menjadi orang kaya. Dan ini berarti pada setiap akhir minggu aku bisa membeli sepasang sepatu baru. Pada setiap akhir bulan, aku bisa membeli seekor sapi. Setelah enam bulan  kemudian, aku bisa membangun sebuah rumah kecil. Kau melihat, tidak ada pekerjaan semenguntungkan mengangkut air di desa ini. Lagi pula, pada setiap akhir minggu kita mendapat libur. Setiap akhir tahun kita juga mendapat cuti dua minggu dengan gaji penuh. Kita akan hidup dengan sangat layak dilihat dari sudut manapun. Jadi, buang jauh-jauh idemu untuk membangun saluran pipa air itu.”

Tapi Pablo tidak putus asa. Dia tetap bersikukuh pada idenya itu. Dengan sabar dia menerangkan bagaimana proses membangun pipa salurannya itu kepada sahabatnya. Bruno tak beranjak sedikitpun dengan tawaran Pablo.

Akhirnya Pablo memutuskan untuk kerja paroh waktu saja. Dia tetap bekerja mengangkuti ember-ember air itu. Sementara sisa waktunya, ditambah libur akhir minggunya dia pakai untuk membangun saluran pipanya itu.

Sejak awal melakukan pekerjaannya ini dia telah menyadari akan sangat sulit membangun saluran pipa itu dari sungai ke desanya. Menggali di tanah keras yang mengandung banyak batu jelas tak kalah menyakitkannya dengan luka lecet dan punggungnya nyeri karena mengangkut air.

Pablo juga menyadari, karena upah yang dia terima sekarang berdasarkan jumlah ember yang diangkutnya, maka penghasilannya pun secara otomatis menurun. Ia juga sudah sangat paham bahwa dibutuhkan waktu  1 atau  2 tahun sebelum saluran pipanya itu bisa berfungsi seperti yang diharapkan.

Namun, Pablo tak pernah kendor dengan keyakinannya. Dia tahu persis akan impian dan cita-citanya. Sebab itu dia terus bekerja tanpa kenal lelah. Melihat apa yang dilakukan Pablo, orang-orang desa dan Bruno mulai mengejek Pablo. Mereka menyebutnya “Pablo si Manusia Saluran Pipa.” Bruno, yang punya penghasilan 2 kali lipat dibandingkan Pablo hampir setiap saat membangga-banggakan barang baru yang berhasil dibelinya. Dia juga selalu mengatakan Pablo bodoh, karena telah meninggalkan pekerjaan yang jelas-jelas menghasilkan banyak uang itu.

Bruno juga telah berhasil membeli seekor keledai yang dilengkapi pelana yang terbuat dari kulit yang baru. Ia menambatkan keledainya itu di rumah barunya yang kini terdiri dari 2 lantai itu. Ia juga membeli baju-baju yang indah dan hampir selalu terlihat makan di warung-warung. Panggilannya sehari-hari juga sudah berubah. Kini orang-orang desa memanggilnya Mr. Bruno! Mereka selalu menyambutnya kemanapun ia pergi. Bruno juga tak segan-segan mentraktir para penyambutnya dengan minum-minum di bar. Karena mereka selalu ikut tertawa ketika ia menceritakan lelucon-leluconnya.

Tindakan-tindakan Kecil dengan Hasil Besar

Kini, pemandangan kontras mulai tampak diantara kedua sahabat itu. Sementara Bronu asyik terbaring santai di hammock (tempat tidur gantung berupa jaring). Pada sore hari, pada akhir minggu, Pablo tampak terus berlelahan keringat menggali saluran pipanya. Pada bulan-bulan awal, Pablo memang tak menunjukkan hasil apapun dari usahanya. Tampak betul bahwa pekerjaannya sangat berat bahkan jauh lebih berat dari pekerjaan yang dilakukan Bruno, selain harus tetap bekerja pada akhir minggu, Pablo juga bekerja di malam hari.

Tapi Pablo selalu mengingatkan pada diri sendiri bahwa cita-cita masa depan itu sesungguhnya dibangun berdasarkan pada perjuangan yang dilakukan hari ini. Dari hari ke hari dia terus menggali. Centi demi centi!

Pepatah yang selalu diingat Pablo adalah sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Dia selalu bersenandung tiap mengayunkan cangkulnya ke tanah yang mengandung batu karang. Dari satu centimeter, menjadi dua centimeter, sepuluh centimeter, satu meter, dua puluh meter, seratus meter dan seterusnya….Pablo mulai melihat hasil kerja kerasnya…

Ibarat pepatah yang lainnya lagi, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Kata-kata itu selalu dia tanamkan pada dirinya setelah dia kembali ke gubuknya yang sederhana, sepulang dari bekerja. Tubuhnya amat lelah setelah seharian menggali saluran pipa. Dia sudah bisa memperkirakan keberhasilan yang bakal dicapainya. Caranya adalah setiap hari dia menetapkan sasaran yang akan dicapainya. Lalu dia akan berusaha keras untuk mencapainya, hari itu juga. Pablo sangat yakin, kerja kerasnya ini akan menghasilkan kekayaan yang jauh lebih besar daripada tenaga dan waktu yang sudah dia keluarkan saat ini.

“Fokuslah pada imbalan yang akan kau peroleh dari pekerjaanmu.” Kata-kata itu terus diingat Pablo. Dan dia ulang-ulang setiap akan pergi tidur. Sementara hampir setiap saat, dari bar desa itu dia selalu mendengar gelak tawa yang kerap mengiringinya ke alam mimpi. Fokus, fokus, fokus… dan imbalannya pasti jauh lebih besar.

Keadaan Menjadi Terbalik

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dan pada suatu hari, Pablo menyadari saluran pipanya sudah tampak setengah jadi. Ini berarti dia hanya perlu berjalan separoh dari jarak yang biasa ia tempuh untuk mengambil air danau itu. Waktu yang tersisa, kini ia gunakan untuk menyelesaikan saluran pipanya. Saat-saat penyelesaian saluran pipa pun semakin dekat dan nyata….

Setiap saat beristirahat, Pablo menyaksikan sahabatnya Bruno yang terus saja mengangtak ember-ember. Bahu Bruno juga sudah tampak semakin lama semakin membungkuk. Dia tampak menyeringai kesakitan, meski sering berusaha dia sembunyikan. Langkahnya juga semakin lambat akibat kerja keras setiap hari. Bruno merasa sedih dan kecewa karena merasa “ditakdirkan” untuk terus-menerus mengangkat ember-ember setiap hari sepanjang hidupnya.

Bruno juga jarang tampak bersantai-santai di tempat tidur gantungnya. Dia lebih sering terlihat di bar. Begitu melihat kedatangan Bruno, orang-orang di bar biasanya akan berbisik, “eh,  lihat, Bruno, si manusia ember.” Mereka juga saling tertawa geli saat beberapa orang mabuk menirukan postur tubuh Bruno yang sudah membungkuk dan caranya berjalan semakin tampak terseok-seok. Bruno tidak pernah lagi mentraktir teman-temannya di bar, atau menceritakan lelucon-lekucon tanda kegembiraan. Dia lebih suka duduk sendiri di sudut gelap yang ditemani botol-botol minuman keras di sekelilingnya.

Akhirnya terjadi juga kegemparan di desa itu. Saat bahagia Pablo pun tiba. Saluran pipa yang ia bangun sudah selesai. Hampir semua orang desa berkumpul saat air mulai mengalir dari saluran pipanya menuju penampungan air di desa. Sekarang, desa itu sudah bisa mendapat pasokan air bersih secara tetap. Bahkan, penduduk desa yang sebelumnya tinggal agak jauh dari tempat itu kemudian pindah mencari tempat yang lebih dekat dengan sumber air itu.

Setelah saluran pipa selesai, Pablo tidak perlu lagi membawa-bawa ember. Airnya akan terus mengalir, baik dia sedang bekerja maupun tidak. Air itu terus mengalir, baik saat dia sedang makan, tidur ataupun bermain-main. Air itu tetap mengalir di akhir minggu ketika dia menikmati banyak permainan. Semakin banyak air yang mengalir ke desa, semakin banyak pula uang yang mengalir ke kantong Pablo.

Pablo yang tadinya terkenal dengan sebutan ‘Pablo Si Manusia Pipa’, kini menjaid lebih terkenal dengan sebutan Pablo Si Manusia Ajaib. Para politisi memuji-muji dia karena visinya jauh ke depan. Mereka bahkan meminta Pablo untuk mencalonkan diri sebagai wali kota. Tetapi, Pablo paham sekali apa yang sesungguhnya dia capai bukanlah sebuah keajaiban. Ini semua sebenarnya barulah langkah awal dari suatu pencapaian cita-cita yang besar. Memang benar, nyatanya Pablo mempunyai rencana yang jauh lebih besar daripada apa yang sudah dihasilkan di desanya.

Pablo sesungguhnya berencana membangun saluran pipa kekayaannya ke seluruh dunia!

Mengajak Teman-temannya untuk Membantu

Saluran pipa membuat Bruno si Manusia Ember kehilangan pekerjaan. Pablo sangat prihatin melihat sahabatnya itu sampai merasa perlu mengemis-ngemis minuman di bar. Karena iba, Pablo berniat menemui Bruno.

“Bruno, saya datang kesini untuk meminta bantuanmu,” kata Pablo.

Bruno meluruskan dulu bahunya yang bengkok, baru menjawab, “Kau jangan menghina saya.”

“Tidak. Saya datang kesini bukan untuk menghina. Saya justru ingin menawarkan peluang bisnis yang amat bagus. Dua tahun lamanya saya bekerja untuk menyelesaikan pembangunan pipa saya yang pertama. Tetapi, selama dua tahun tersebut saya belajar banyak hal. Saya jadi tahu alat-alat apa saja yang harus digunakan. Saya juga lebih paham tempat mana yang harus saya cangkul duluan, dan tempat mana yang keras dan sulit dicangkul. Saya juga semakin mengerti di mana seharusnya menanam pipa-pipa itu. Dan selama saya bekerja, saya juga rajin mencatat apa yang saya telah saya lakukan. Oleh sebab itu, sekarang ini saya sudah memapu mengembangkan sebuah cara yang lebih baik untuk membangun saluran-saluran pipa lainnya. ”

Setelah diam sejenak, Pablo melajutkan. “Sebetulnya saya bisa saja membangun saluran pipa itu sendirian dalam waktu setahun. Tetapi rasanya sayang harus berpikir, untuk apa saya harus menghabiskan waktu satu tahun hanya untuk membangun satu saluran pipa itu. Rencana saya adalah mengajari kamu dan orang-orang lain yang tertarik, cara membangun saluran pipa. Nantinya, kamu dan orang-orang yang sudah saya ajari ikut mengajarkan lagi kepada orang-orang baru lainnya lagi. Begitulah seterusnya…. Sampai suatu saat nanti, setiap desa di wilayah ini sudah memiliki saluran pipa. Lalu saluran pipa ini menyebar ke setiap desa di negara kita. Bahkan akhirnya pipa-pipa seperti ini akan ada di semua desa seluruh dunia.”

“Coba kamu renungkan baik-baik,” lanjut Pablo, “nantinya kita bisa mengutip sejumlah uang untuk setiap galon air yang dialirkan melalui saluran-saluran pipa tersebut. Semakin banyak air yang mengalir melalui saluran-saluran pipa, semakin banyak pula uang yang masuk ke kantong kita. Pipa yang baru selesai saya buat ini, sebenarnya bukanlah akhir dari cita-cita saya. Justru pipa saya itu merupakan awal dari cita-cita.”

Akhirnya, Bruno menyadari betapa betapa besar potensi bisnis yang ditawarkan sahabatnya itu. Dia tersenyum, kemudian mengacungkan tangannya yang lecet-lecet kepada sahabatnya. Mereka berjabat tangan, kemudian berpelukan. Bagaikan dua orang sahabat lama yang sudah lama tidak berjumpa.

Peluang Usaha Saluran Pipa di Dunia Pembawa Ember

Tahun demi tahun berlalu. Pablo dan Bruno sudah lama pensiun. Usaha saluran pipa mereka yang mendunia terus-menerus mengalirkan ratusan juta dolar per tahun ke rekening-rekening bank mereka. Ketika mereka berjalan-jalan di desa, kadang-kadang mereka melihat beberapa orang pemuda. Mereka tampak sangat sibuk mengangkuti air dengan ember.

Kedua sahabat masa kecil itu selalu berusaha mengajak pemuda-pemuda seperti itu untuk berbincang-bincang. Mereka selalu mengisahkan kisah hidup mereka sebagai pembawa ember sampai kemudian menjadi pembangun saluran pipa. Lalu mereka menawarkan bantuan, untuk membangun saluran pipa. Tetapi hanya sedikit di antara mereka yang mau mendengarkan nasihat mereka dan berusaha meraih peluang untuk melakukan usaha membangun saluran pipa mereka sendiri. Memang menyedihkan, melihat banyak di antara para pembawa ember menolak tawaran tersebut. Bruno sering merasa heran dengan alasan-alasan yang selalu mereka kemukakan.

“Saya tidak ada waktu.”

“Teman saya bilang bahwa dia kenal orang yang berusaha membangun saluran pipa tetapi ternyata gagal.”

“Hanya mereka yang terlebih dulu terjun dalam usaha saluran pipa ini yang akhirnya bisa sukses.”

“Seumur hidup, saya hanya mengenal pekerjaan saya sebagai pengangkut ember. Saya tetap akan mempertahankan profesi saya itu.”

“Saya tahu, ada orang yang akhirnya merugi karena membangun saluran pipa seperti itu. Jadi saya tidak mau mengikuti jejak mereka. Saya tidak mau merugi.”

Pablo dan Bruno benar-benar prihatin melihat mental para pembawa ember ini. Ternyata ada banyak sekali orang yang tidak punya visi tentang masa depan mereka. Tetapi akhirnya mereka pasrah saja.

Mereka sadar bahwa hidup di dunia yang masih didominasi oleh mental si pembawa ember ini, semuanya bisa terlihat statis. Hanya sedikit saja mereka yang berani dan punya ambisi untuk mencapaui kesuksesan melalui saluran pipa. (jumadi subur, Siapa Bilang Saya tidak Ingin Kaya?)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar